PRINSIP ONE STOP SERVICE DALAM PENGURUSAN IZIN INVESTASI DI PROVINSI RIAU
Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Tugas
Mata Kuliah Hukum Penanaman modal
JONI ALIZON
121020118
HUKUM BISNIS
PASCASARJANA (S2)
ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, serta tidak lupa penulis panjatkan shalawat beserta
salam kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul : “Prinsip One Stop Service Dalam Pengurusan Izin
Investasi Di Provinsi Riau”.sebuah kajian yang cukup
menarik untuk di bahas karena dalam pengurusan izin biasanya, bnyak yang di
hadapi oleh para investor.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih
banyak terdapat kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Pekanbaru,
25 Januari 2014
JONI ALIZON
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………. ii
BAB I : PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
A. Latar Belakang ………………………………………………… 1
B. Perumusan Masalah …………………………………………… 4
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………… 5
A. Tinjauan Tentang kebijakan publik ………………………… 5
B. Tinjauan Tentang implementasi kebijakan
………………… …… 5
C. Tinjauan Tentang Pemerintah Daerah ………………………… 5
D. Tinjauan Tentang One Stop
Service……………………… …… 6
E. Tinjauan Tentang Penanaman Modal…………………………… 8
BAB III : PEMBAHASAN ………………………………………………… 9
A. Implementasi Kebijakan One Stop Service
Terhadapa Penanaman
Modal di Provinsi Riau ……………………………... ……....... 9
B.
Reformasi
Birokrasi Dan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu
Provinsi Riau ……………………………………………..…........... 13
BAB IV : KESIMPULAN
……………………………………………………… 17
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………. 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desentralisasi
yang mengemuka dalam konstruksi reformasi telah menunjukkan wataknya sebagai
antitesisnya taat asas setting penyelenggaraan pemerintahan yang berjalan
selama ini. Semangat desentralisasi yang berkobar terus menyulut pemerintah
daerah untuk memaksimalkan besaran kewenangan yang dimiliki dalam aktivitas
pembangunan dan pelayanan publik. Desain desentralisasitelah member ruang gerak
yang spesifik kepada birokrasi pemerintah daerah untuk berkreasi dan berinovasi
dalam akselerasi pembangunan diwilayahnya. Pada posisi ini dituntut kemampuan
Sumber Daya Aparatur dengan visi yang jauh kedepan (forward thinking)
untuk mewujudkan profesionalisme birokrasi dalam sebuah mekanisme kelembagaan
yang efisien, efektif dan berkeadilan (equity).
Terlepas
dari berbagai pencapaian beberapa derah otonom dalam melakukan reformasi
birokrasi, namun secara umum penilaian tentang progress perubahan setting
birokrasi belum menunjukkan capaian yang memuaskan.Berbagai penilaian dari
survey lembaga-lembaga independen memberikan bukti kuat tentang persepsi publik
yang rendah tentang kinerja birokrasi pasca otonomi daerah.Stereotipe tentang
korupsi, kolusi dan nepotisme tetap menjadi “cacat bawaan” yang membayangi
segala aktivitas pemerintah daerah dalam menata mesin pemerintahannya. Salah
satu contoh dari masih rendahnya komitmen pemerintah daerah dalam melakukan
inisiasi pencegahan korupsi seperti terlihat pada Penilaian Inisiatif Anti
Korupsi (PIAK) Tahun 2011 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang
menujukkan bahwa capaian nilai rata-rata masih berada pada level yang rendah
atau 4,5 (skala 0-10). Hasil ini mengindikasikan bahwa secara umum faktor
inisiatif internal kelembagaan pemerintah pusat dan daerah yang masih rendah
dalam menata organisasi pemerintahan.[1]
Fenomena ini tentu sesuatu wajar bagi pihak-pihak yang selama ini intens
memperhatikan aktivitas birokrasi di daerah. Dalam banyak hal, reformasi di
daerah sering “dibajak” kepala daerah sendiri. Penataan kelembagaan birokrasi
bukan diarahkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, tetapi demi
mengakomodasi praktek politisasi birokrasi dalam melanggengkan oligarki
kekuasaan kepala daerah.Reformasi birokrasi kadang hanya berakhir pada penataan
strukutur demi mengakomodasi kepentingan pejabat tertentu dalam pola interaksi
politis-transaksional. Pada titik ini spirit reformasi birokrasi yang mengusung
profesionalisme, merit system, dan impersonalitas hanya sekedar jargon karena
tersandera kepentingan politik kepala daerah untuk menukuhkan oligarki
kekuasaannya.
Agenda-agenda besar reformasi birokrasi secara nasional dalam berbagai
paket kebijakan seperti bergerak tidak linier dengan semangat reformasi
birokrasi oleh pemerintah daerah. Lahinya UU No. 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme, UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 25 Tahun
2009 Tentang Pelayanan Publik hingga Perpres No. 81 Tahun 2010 Tentang Grand
Desaign Reformasi Birokrasi 2010-2025, secara beragam direspons pemerintah
daerah. Lemahya control publik dalam memberikan pengawasan terhadap kinerja
birokrasi semakin membuat arah reformasi birokrasi di daerah mengalami
disorientasi makna.Birokrasi pemerintah daerah ibarat terkurung dalam “rumah
kaca”, yang hanya bisa menjadi saksi atas perubahan yang terjadi disekitarnya.
Design minimal dari reformasi birokrasi diorientasikan untuk memperoleh sebuah
kinerja yang di dalamnya menggambarkan proses demokratisasi, efektifitas,
efisiensi, transparansi dan akuntabilitas, serta tanggungjawab dalam kerangka
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Resultante dari seluruh aktivitas
reformasi birokrasi adalah tumbuhkembangnya pelayanan prima.
Di dalam tipe ideal birokrasi, maka tercermin proses demokrasi yang
tercermin dari merit system, system remunerasi, serta rewards and punishment.
Salah satu produk reformasi birokrasi yang banyak mendapat sorotan yang luas
dari publik adalah kinerja organisasi pelayanan terpadu satu pintu (PTSP). Gagasan
dan praktek dari one-stop services (OSS) ini dihadirkan sebagai upaya untuk
meretas belitan dari panjangnya mata rantai birokrasi dalam menyediakan
layanan, terutama layanan yang terkait dengan perizinan investasi. Ikhtiar
untuk mengitegrasikan berbagai jenis pelayanan publik yang terkait pada suatu
unit yang berdiri sendiri merupakan implementasi dari Permendagri No. 24 Tahun
2006 tentang Pedoman Pendirian Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 20Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah. Layanan terpadu satu pintu
merupakan kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non perizinan yang proses
pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai ketahap terbitnya dokumen dilakukan
pada satu tempat.
Tujuan pokok yang ingin diperoleh guna memberikan akses yang lebih luas
kepada masyarakat untuk memperoleh layanan publik secara transparan baik dari
sisi waktu, biaya, persyaratan maupun prosedur yang harus ditempuh Kewenangan penataan pelayanan terpadu satu
pintu (PTSP) di bidang pelayanan perizinan telah merasakan dampak langsung dari
otonomi daerah, dimana semakin besarnya kewenangan kepala daerah dalam
menggerakan birokrasi pemerintah daerah justru tidak kongruen dengan kinerja
pelayanan.Kinerja pelayanan public bidang perizinan masih dihadapkan pada
berbagai kekurangan, seperti kurang reponsif, kurang informatif, kurang
koordinasi, dan in-efisien.
Menjadi keniscayaan jika kemudian kalangan dunia usaha sering mengeluhkan proses
pelayanan perizinan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah
daerah, yang dirasakan berbelit-belit, tidak transparan, tidak ada kejelasan
dan kepastian waktu, dan adanya biaya ekstra. Perizinan merupakan salah satu
aspek penting dalam pelayanan publik, demikian juga perizinan yang terkait
dengan kegiatan usaha. Proses perizinan, khususnya perizinan usaha, secara
langsung akan berpengaruh terhadap keinginan dan keputusan calon pengusaha
maupun investor untuk menanamkan modalnya. Demikan pula sebaliknya, jika proses
perizinan tidak efisien, berbelit-belit, dan tidak transparan baik dalam hal
waktu, biaya, maupun prosedur akan berdampak terhadap menurunnya keinginan
orang untuk mengurus perizinan usaha, dan mereka mencari tempat investasi lain
yang prosesnya lebih jelas dan transparan. Hal ini tentu saja selanjutnya akan
berdampak terhadap ketersediaan lapangan kerja dan masalah-masalah
ketenagakerjaan lainnya.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa masyarakat sangat enggan berhubungan
dengan birokrasi pemerintah Kurangnya transparansi baik dari sisi waktu,
persyaratan, biaya maupun prosedur ditambah dengan masih kentalnya prilaku
koruptif merupakan kondisi nyata yang terjadi dan dihadapi oleh setiap
masyarakat indonesia saat ini. kalangan dunia usaha masih mengeluhkan dan
merasakan dalam proses dan pelaksanaan pemberian layanan di kebanyakan daerah,
masih belum banyak perubahan signifikan. Keluhan dan ketidakpuasan dunia usaha
belum teratasi, terutama berkaitan keluhan yang berhubungan dengan biaya tinggi
dan ketidak pastian hukum bagi pengusaha, akibat belum berubahnya orientasi
pemerintahan daerah terhadap hubungan perizinan dengan pendapatan asli daerah
(PAD), dan tarik menarik kewenangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah.
Hasil kajian dari Litbang KPK pada bidang Pelayanan Perizinan dan Non
Perizinan menunjukkan bahwa adanya pelimpahan kewenangan pengelolaan
perizinan dari pemerintah pusat ke kabupaten/kota harus diikuti dengan
penyederhanaan jenis perizinan, terutama yang memiliki fungsi yang hampir sama
(misal. TDP dan SIUP) dan menyatukan jenis perizinan yang pengurusannya bisa
dilakukan secara paralel (misal SITU dan HO paralel dengan SIUP, TDP, IUI dan
TDI). Temuan ini menjadi sangat relevan ditengah upaya percepatan reformasi
birokrasi perizinan yang masih relative berbelit-belit. Dalam upaya
mengoptimalkan integrasi pelayanan perizinan, maka Pemerintah Provinsi riau telah melakukan aransemen birokrasi
pelayanan publik. Seluruh kabupaten / kota (12
kabupate/kota) di Riau.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana
implementasi Prinsip One Stop
Service terhadap penanaman modal di Provinsi Riau?
2. Bagaimana
Reformasi Birokrasi Pada Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu Provinsi Riau?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang kebijakan publik.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia Depdikbud, kebijakan berarti 1, kepandaian;
kemahiran; kebijaksanaan (kepandaian menggunakan akal budinya). 2. rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis besar dan rencana dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak (pemerintah, organisasi) pernyataan
cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen
dalam usaha mencapai sasaran;garis haluan. kebijakan adalah strategi yang
diarahkan untuk mencapai tujuan dengan ciri identifikasi dari tujuan, langkah
untuk mencapai tujuan, penyediaan input untuk pelaksanaan secara nyata dari
strategi tersebut.
B. Tinjauan
tentang Implementasi kebijakan.
Implementasi kebijakan dipandang
dalam pengertian yang luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai
aktor, organisasi, prosedur dan teknik yang bekerjasama untuk menjalankan
kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan.
Meter dan Horn dalam buku Samudra
Wibawa dkk mendefinisikan Implementasi kebijakan sebagai tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik secara individu atau kelompok yang
dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagaimana dirumuskan dalam kebijakan .[2]
C. Tinjauan
Tentang Pemerintah Daerah
Pemerintahan Daerah, dalam konteks Indonesia, adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 Pasal (18). Pemerintahan
Daerah dapat berupa:
1. Pemerintahan
Daerah Provinsi, yakni terdiri dari Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD
Provinsi. Pemerintah Daerah Provinsi terdiri atas Gubernur
dan Perangkat Daerah, yang meliputi Sekretariat Daerah, Dinas Daerah,
dan Lembaga Teknis Daerah.
2. Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota, yakni terdiri dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan
DPRD Kabupaten/Kota.Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Bupati/Walikota
dan Perangkat Daerah, yang meliputi Sekretariat Daerah, Dinas Daerah,
Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan,dan
kelurahan.
Pengertian Pemerintah daerah ini dipertegas dalam
ketentuan Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya
dalam Pasal 1 huruf 2 dan 3 disebutkan bahwa “Pemerintahan
daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945”. Pemerintah daerah adalah
Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
D. Tinjauan
Tentang One Stop Service
Pelayanan perizinan terpadu
atau OSS (One Stop Service) adalah sebuah satuan kerja di tingkat
pemerintahan kota/kabupaten yang secara khusus memberikan pelayanan untuk
memproses dokumen publik, khususnya proses usaha dan investasi. Perizinan usaha
dan investasi yang selama ini mengandung konotasi negartif, terlalu banyak,
berbelit-belit, membutuhkan waktu yang lama dan mahal, diharapkan akan dapat
lebih disederhanakan melalui pelayanan satu pintu (terpadu) melalui suatu
Unit Pelatanan Teknis (UPT) atau Kantor Pelayanan Teknis (KPT) yang memangkas
beban administratif bagi pemerintah daerah dan memudahkan pelaku usaha mendapat
akses sumber daya untuk pengembangan usaha.
Prinsip-prinsip pelayanan dengan
sistem One Stop Service meliputi:
1. Sederhana
2. Reliabilitas
3. Tanggung
Jawab
4. Kecakapan
Petugas
5. Kemudahan
akses
6. Ramah
7. Terbuka
8. Komunikasi
petugas dan pelanggan
9. Kredibilitas
10. Kejelasan dan kepastian
11. Keamanan
12. Mengerti kebutuhan pelanggan
13. Wujud nyata
14. Efisien
15. Ekonomis
Dalam pelaksanannya di lapangan One
Stop Sevice dapat pula dijadikan sebagai sarana bagi pemerintah daerah untuk
memberikan semua informasi yang dibutuhka masyarakat. Melalui sistem One Stop
Sevice dengan segala kelengkapannya, pengurusan perizinan akan semakin mudah
dan murah yang membuat pelaku usaha terhindar dari biaya ekonomi tinggi yang
biasanya terjadi pada saat proses pengurusan izin.
Keberadaan Unit Pelayanan Terpadu
(UPT) mempunyai arti penting dalam melaksanakan sistem One Stop Service
yaitu sebagai suatu tempat dimana masyarakat umum, termasuk sektor swasta,
melakukan hubungan kerja dengan pihak pemerintah guna mengajukan permohonan dan
mendapatkan perizinan usaha yang dibutuhkan dari pada mengajukan
permohonan kepada beberapa institusi pemerintah. Keberadaan Unit Pelatanan
Terpadu (UPT) sangat penting bagi dunia usaha, karena dengan demikian para
pengusaha dapat menerima lisensi dan izin-izin usaha dengan lebih
mudah, cepat, dan transparan. Pelaksanaan kebijakan One Stop Service
malalui UPT ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik serta
meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan publik serta
mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan publik.
Di Kota Pekanbaru pembentukan Unit
Pelayanan terpadu (UPT) dilandasi adanya Keputusan Walikotamadya pekanbaru
Nomor 04 Tahun 1999 mengenai Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelayanan Terpadu Kota Pekanbaru. Untuk meningkatkan kinerja Unit menciptakan
iklim birokrasi yang kondusif, maka Pemerintah Surakarta melalui Unit Pelayanan
Terpadu (UPT) sejak tanggal 7 Desember 2006 mulai menggunakan sistem pelayanan
satu pintu (One Stop Service) dalam melakukan pelayanan publik khususnya
di bidang perizinan dengan mengacu pada Peraturan Walikota Pekanbaru
Nomor 13 Tahun 2005 tentang pelimpahan sebagian kewenangan Walikota kepada
Koordinator Unit Pelayanan terpadu Kota Pekanbaru. Guna mendukung pelayanan One
Stop Servicenya Unit Pelayanan Terpadu (UPT) memiliki kewenangan untuk
mengurus perizinan yang terkait dengan Keterangan Rencana Peta (AP)
Advice Planning, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Penggunaan
Bangunan (IPB), Rekomendasi Lokasi Untuk Izin Gangguan Usaha , Izin
Gangguan Tempat Usaha, Pembaruan Izin HO, Surat Izin Usaha
Perdagangan, Tanda Daftar Gudang (TDG), Surat Izin Usaha Industri
(SIUI), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dan Reklame.[3]
E. Tinjauan
Tentang Penanaman Modal.
Modal perusahaan adalah sejumlah uang yang khusus digunakan untuk menjalankan
suatu usaha atau perusahaan. Penanaman modal pada suatu perusahaan dalam bahasa
Inggrisnya investment, dan diserap dalam bahasa Indonesia menjadi
investasi. Penanaman modal atau investasi adalah penyerahan sejumlah uang yang
digunakan sebagai modal dalam suatu perusahaan atau proyek dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan atau laba. Modal disini diartikan sebagai sejumlah uang
dan ini adalah modal dalam arti yang sesungguhnya (arti sempit). Modal dalam
arti luas bukan hanya sejumlah uang, melainkan meliputi juga barang yang digunakan
untuk menjalankan perusahaan, bahkan tenaga atau jasa juga dianggap sebagai
bagian dari modal, ketiga-tiganya diperhitungkan sebagai faktor produksi untuk
memperoleh hasil (keuntungan).[4]
Modal merupakan landasan utama
kegiatan suatu bisnis yang diharapkan menghasilkan nilai lebih (capital
gain). Jika modal itu hanya sejumlah uang, maka nilai lebih itu juga
sejumlah uang. Akan tetapi, dalam arti ekonomi modern, kegiatan dan
keberhasilan suatu bisnis tidak hanya diukur dari jumlah modal uang yang diusahakan,
tetapi kumulasi dari ketiga faktor poroduksi, yaitu uang, barang, dan jasa yang
digunakan untuk memperoleh keuntungan atau laba. Dalam kegiatan bisnis modern,
pembicaraan selalu bertumpu pada konsep modal dalam arti kumulasi dari uang,
barang, dan jasa. Uang sebagai alat bayar dalam hubungan bisnis, benda sebagai
alat penunjang kelancaran kegiatan bisnis, dan sumber daya manusia sebagai
motor penggerak kegiatan bisnis
BAB III
PEMBAHASAN
A. IMPLEMENTASI PRINSIP ONE STOP
SERVICE TERHADAP
PENANAMAN MODAL DI PROVINSI RIAU
Dalam pengertian sempit, pelayanan terpadu dapat diartikan sebagai satu
instansi pemerintah yang memiliki semua otoritas yang diperlukan untuk memberi
berbagai layanan perizinan (licenses,permits, approvals and clearances). Tanpa
otoritas yang mampu menangani semua urusan tersebut instansi pemerintah tidak
dapat mengatur pelbagai pengaturan selama proses. Oleh sebab itu, dalam hal ini
instansi tersebut tidak dapat menyediakan semua bentuk perizinan yang
diperlukan dalam pelbagai tingkat administrasi sehingga harus bergantung pada
otoritas lain Pelayanan perizinan dengan sistem terpadu satu pintu (one stop
service ) membuat waktu pembuatan izin menjadi lebih singkat .
Pasalnya , dengan pengurusan administrasi berbasis teknologi informasi,
input data cukup dilakukan sekali, dan administrasi bisa dilakukan secara
simultan. Dengan adanya kelembagaan pelayanan terpadu satu pintu, seluruh
perizinan dan non-perizinan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota
dapat terlayani dalam satu lembaga. Harapan yang ingin dicapai adalah mendorong
pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dan bertujuan meningkatkan
kualitas layanan publik.
Reformasi pelayanan terpadu pada dasarnya telah diatur melalui Permendagri
No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Dalam peraturan ini, pelayanan atas permohonan perizinan dan nonperizinan
dilakukan oleh Perangkat Daerah Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PPTSP), yaitu perangkat pemerintah daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi
mengelola semua bentuk pelayanan perizinan dan non-perizinan di daerah dengan
sistem satu pintu. Dengan kewenangan tersebut, keberadaan kelembagaan layanan
terpadu merupakan salah satu upaya pemenuhan kewajiban pemerintah daerah
kabupaten/kota kepada masyarakat. Beragamnya layanan yang terwadahi pada
kelembagaan layanan terpadu merupakan perwujudan pelaksanaan kewenangan
provinsi dan kabupaten/kota dalam upaya mempercepat peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan daerah.
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan pelayanan dalam hal
perizinan adalah melalui ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24
Tahun 2006 tentang Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas layanan publik serta memberikan akses yang lebih luas
kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik serta terwujudnya pelayanan
publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau meningkatnya
hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik, hal lain yang diatur dalam
peraturan tersebut pada intinya membahas pengaturan mengenai :
1. Penyederhanaan
Pelayanan
Dalam Pasal 4 Permendagri 24 Tahun 2006, Bupati/Walikota wajib melakukan
penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu dan
penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan mencakup : pelayanan atas permohonan
perizinan dan non perizinan dilakukan oleh PPTSP; percepatan waktu
proses penyelesaian pelayanan tidak melebihi standar waktu yang telah
ditetapkan dalam peraturan daerah; kepastian biaya pelayanan tidak melebihi
dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah; kejelasan
prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan diketahui setiap tahapan proses
pemberian perizinan dan non perizinan sesuai dengan urutan prosedurnya;
mengurangi berkas kelengkapan kelengkapan permohonan perizinan yang
samauntuk dua atau lebih permohonan perizinan; pembebasan biaya
perizinan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ingin memulai usaha baru
sesuai dengan peraturan yang berlaku; dan pemberian hak kepada
masyarakat untuk memperoleh informasi dalam kaitannya dengan penyelenggaraan
pelayanan. Di Provinsi dilaksanakan dalam
satu gedung yang bisa mengurus semua bentuk perizinan.[5]
2. Perangkat
Daerah Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Pembentukan perangkat daerah yang menyelenggarakan
pelayanan terpadu satu pintu berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai pembentukan organisasi perangkat daerah. Kemudian lebih jauh
Perangkat daerah tersebut harus memiliki sarana dan prasarana yang berkaitan
dengan mekanisme pelayanan. Berkenaan dengan hal tersebut, Bupati/Walikota
mendelegasikan kewenangan penandatanganan perizinan dan non perizinan kepada
Kepala PPTSP untuk mempercepat proses pelayanan. Lingkup tugas PPTSP meliputi
pemberian pelayanan atas semua hentuk
pelayanan perizinan dan non perijinan yang menjadi kewenangan Kabupaten / Kota
dengan mengacu pada prinsip koordinasi, intergrasi, sinkronisasi, dan keamanan
berkas. Perangkat Daerah yang secara teknis terkait dengan PPTSP berkewajiban
dan bertanggungjawab untuk melakukan pembinaan teknis dan pengawasan atas
pengelolaan perizinan dan non perizinan sesuai dengan bidang tugasnya.
3.
Proses,
waktu dan biaya penyelenggaraan pelayanan
Berkenaan dengan proses, waktu dan biaya Pengolahan dokumen persyaratan
perizinan dan non perizinan mulai dari tahap permohonan sampai dengan terbitnya
dokumen dilakukan secara terpadu satu pintu. Proses penyelenggaraanpelayanan
perizinan dilakukan untuk satu jenis perizinan tertentu atau perizinan paralel. Di provinsi riau dalam hal proses perizinan menggunakan satu pintu telatif
lebih cepat sehingga membuat investor dalam hal mengurus berbagai izin lebih
musah.
4. Sumber daya
manusia
Pegawai yang ditugaskan di lingkungan PPTSP diutmmakan mempunyai kompetensi
di bidangnya dan dapat diberikan tunjangan khusus yang besarannya ditetapkan
dengan Peraturan Bupati/Walikota sesuai dengan kemampuan keuangan daerah, hal
lainnya Pemerintah Daerah berkewajiban untuk melakukan pengembangan sumber daya
manusia pengelola pelayanan terpadu satu pintu secara berkesinambungan.
5. Keterbukaan
informasi
PPTSP wajib menyediakan dan menyebarkan informasi
berkaitan dengan jenis pelayanan dan persyaratan teknis, mekanisrne,
penelusuran posisi dokumen pada setiap proses,
biaya dan waktu perizinan dan non perizinan, serta tata
cara pengaduan, yang dilakukan secara jelas melalui berbagai media yang mudah
diakses dan diketahui oleh masyarakat.
6. Penanganan
pengaduan
PPTSP wajib menyediakan sarana pengaduan dengan menggunakan media yang
disesuaikan
dengan kondisi daerahnya dan PPTSP wajib menindaklanjuti pengaduan masyarakat
secara tepat, cepat, dan memberikan jawaban serta penyelesainnya kepada pengadu
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.
7. Kepuasan
masyarakat
PPTSP wajib melakukan penelitian kepuasan rnasyarakat secara berkala sesuai
peraturan perundang-undangan.
8. Pembinaan
dan pengawasan
Pembinaan atas penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu dilakukan
Secara berjenjang dan berkesinambungan oleh Menteri Dalam Negeri dan Kepala
Daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing dalam rangka meningkatkan
dan mempertahankan mutu pelayanan perizinan dan non perizinan. Pengawasan
terhadap proses penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh
aparat pengawas intern pemerintah sesuai dengan fungsi dan kewenangannya.
9. Kerja Sama
Dalam pengembangan PPTSP, Bupati/Walikota dapat melakukan kerjasama dengan
pihak perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat,asosiasi usaha ,
lembaga-lembaga internasional, dan dengan pemangku kepentingan lainnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
10. Pelaporan
Bupati dan Walikota menyampaikan laporan secara tertulis kepada Gubernur
mengenai perkernbangan proses pembentukan PPTSP, penyelenggaraan pelayanan,
capaian kinerja, kendala yang dihadapi, dan pembiayaan yang disampaikan secara
berkala.
Dalam implementasinya provinsi Riau telah menerapkan
prinsip prizinan satu pintu, sehingga menjadi percontohan daerah yang lain,
terbukti dengan adanya studi banding, yang dilakukan oleh beberapa daerah ke
provinsi Riau.
Adapun isi implementasi tersebut diatas adalah: 1) Proses membangun kepercayaan masyarakat melalui Program
Percepatan (Quick Wins) yang berdampak pada perbaikan system kerja dan
perbaikan kualitas produk utama; 2) Proses membangun komitmen dan partisipasi
mealui Manajemen Perubahan yang berdampak pada terkomunikasikannya
perubahan baik kepada pegawai maupun kepada masyarakat dalam rangka pembentukan
perilaku yang diinginkan; 3) Proses mengubah pola pikir, budaya dan nilai-nilai
kerja melalui penataan sistem yang berdampak pada perbaikan sistem manajemen
SDM, dan 4 ) Proses memastikan keberlangsungan berjalannya sistem dan
terjadinya perubahan melalui penguatan unit organisasi, deregulasi-regulasi,
penginkatan sistem pengawasan, perbaikan/pengadaan sarana dan prasarana yang
berdampak pada perubahan pola pikir, perubahan budaya kerja dan perubahan
perilaku .
B. REFORMASI BIROKRASI PADA BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI RIAU
1. Reformasi
Birokrasi
Demokratisasi politik, desentralisasi pemerintahan dan
liberalisasi ekonomi yang berlangsung dengan cepat sejak era reformasi
ternyata tidak diikuti oleh perubahan tata penyelenggaraan pemerintahan yang
cukup mendasar. Sistem pemerintahan, termasuk pranata-pranata yang diperlukan
untuk mendukung sistem politik demokratis, otonomi daerah dan sistem ekonomi
pasar yang l ebih terbuka belum sepenuhn yatersedia.
Salah satu pranata tersebut adalah system birokrasi publik yang terdiri atas 3
komponen pokok yaitu peraturan dasar tentangsistem birokrasi, sistem
kepegawaian, akuntabilitas dan. Kondisi inilah yang menyebabkan kebijakan
reformasi birokrasi yang dicanangkan pada kurun waktu tersebut tidak berjalan
dengan baik. Ruang lingkup reformasi birokrasi yang terbatas dan tanpa
didukung oleh grand strategi yang konfrehensif yang berakibat pada
terjadilah fragmentasi dalam tata kelola pemerintahan. Sebagai contoh, pemisahan
kekuasaan antara legislatif dan eksekutif tidak sepenuhnya ditaati karena
ada kewenangan eksekutif yang dijalankan oleh kekuasaan legislatif,
padahal lembaga ini tidak memiliki kapasitas kelembagaan untuk melakukan tugas
tersebut.[6]
Reformasi birokrasi yang dilaksanakan yang pada
hakekatnya ditunjuk untuk membangun/ membentuk profil dan perilaku aparatur
negara yang memiliki: 1) Integritas tinggi, yaitu: perilaku aparatur negara
yang dalam bekerja senantiasa menjaga sikap profesional dan menjunjung tinggi
nilai-nilai moralitas (kejujuran, kesetiaan, komitmen) serta menjaga keutuhan
pribadi; 2) Produktivitas tinggi dan bertanggungjawab, yaitu: hasil optimal
yang dicapai oleh aparatur negara dari serangkaian program kegiatan yang
inovatif, efektif dan efisien dalam mengelola sumber daya yang ada serta
ditunjang oleh dedikasi dan etos kerja yang tinggi, dan 3) Kemampuan memberikan
pelayanan yang prima, yaitu: Kepuasan yang dirasakan oleh publik sebagai dampak
dari hasil kerja birokrasi yang profesional, berdedikasi dan memiliki standar
nilai moral yang tinggi dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi negara dan abdi
masyarakat, utamanya dalam memberikan pelayanan prima kepada public dengan
sepenuh hati dan rasa tanggungjawab. Sedangkan sasaran Kebijakan RB yang ingin
capai adalah mengubah pola pikir (mindset), budaya kerja (culture set) serta
sistem manajemen pemerintahan Tujuan dan sasaran ini dilaksanakan melalui
Sembilan program dengan dua puluh tiga kegiatan untuk Gelombang Pertama dan
lima puluh empat
untuk Gelombang Kedua. Adapun kesembilan program tersebut adalah: (1) Quick
Wins, (2)Manajemen Perubahan, (3) Penataan dan Penguatan Organisasi, ( 4 )
Penataan Tatalaksanaan, (5) Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur,
(6)Penyusunan Peraturan Perundangundangan , ( 7 ) Penataan Pengawasan Internal,
( 8 ) Peningkatan Akuntabilitas Kinerja, dan (9) Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik.
Dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran
kebijakan reformasi tersebut maka telah ditetapkan strategi implementasi
kebijakan yang tertuang di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor PER/15/M.PAN/7/2008 Tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi
beserta peraturanperaturan yang mengikutnya, antara lain: Peraturan MenPAN
Nomor PER/19/M.PAN/11/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Kinerja
Organisasi Pemerinah; Peraturan MenPAN Nomor PER/21/M.PAN/11/2008 Tentang
Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi
Pemerintahan; Peraturan MenPAN Nomor PER/04/M.PAN/4/2009 Tentang Pedoman
Pengajuan Dokumen Usul an RB di Lingkungan Kementerian/Lembaga/ Pemerintah
Daerah; Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi
Birokrasi 2010- 2025. Strategi terdiri atas strategi implementasi dan program
implementasi reformasi yang dilengkapi dengan kegiatan monitoring dan evaluasi
serta kegiatan pengorganisasian dan pembiayaan. Strategi implementasi ini
disusun mengingat sangat luasnya cakupan reformasi birokrasi yaitu dari seluruh
instansi yang ada di tingkat pusat (lembaga negara, kementerian dan lembaga
pemerintah) maupun yang ada di tingkat daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota )
.Untuk memberikan kemudahan dalam implementasi maka strategi implementasi ini
dimanifestasikan dalam bentuk tahapan, program dan aktivitas reformasi
birokrasi.
B. Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Riau (BPPTR)
Pembentukan BPPTSU berdasarkan Peraturan Daerah Riau Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Organisasi Dan Tatakerja Lembaga Lain Daerah
Provinsi Riau, dalam Pasal 9, disebutkan bahwa :
1.
BPPTR adalah
merupakan Unsur Perangkat Daerah yang mempunyai Kewenangan dibidang perijinan
atas nama Kepala Daerah berdasarkan pendelegasian wewenang dari Kepala Daerah.
2.
BPPTR
didukung oleh Sekretariat yang dipimpin oleh seorang Kepala, yang karena
jabatannya adalah sebagai Kepala Badan, yang berada dibawah, berkedudukan dan
bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.
3.
BPPTR mempunyai
tugas melaksanakan koordinasi dan menyelenggarakan pelayanan administrasi
dibidang perijinan secara terpadu dengan prinsip Koordinasi, Integrasi,
Sinkronisasi, Simplikasi, Keamanan dan Kepastian.
4.
Untuk
melaksanakan tugas sebagaimana pada ayat (3) diatas, BPPTR
menyelenggarakan fungsi:
a.
Pelaksanaan
penyusunan program Badan;
b.
Penyelenggaraan
pelayanan administrasi perijinan;
c.
Pelaksanaan
koordinasi proses pelayanan perijinan;
d.
Pelaksanaan
admistrasi pelayanan perijinan;
e.
Pemantauan
dan evaluasi proses pemberian pelayanan perijinan;
f.
Pelaksanaan
tugas lain yang diberikan oleh Gubernur melalui Sekretaris Daerah sesuai dengan
tugas dan fungsinya
Dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan publik di bidang Perijinan perlu dilaksanakan
oleh Satu Lembaga tersendiri yaitu Badan Pelayanan Perijinan Terpadu sesuai
kewenangan Pemerintah Provinsi Riau; dan
berdasarkan pasal 9 Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 6
Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja, Lembaga Lain Provinsi Riau, menegaskan
bahwa Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Provinsi Riau merupakan
Unsur Perangkat Daerah yang mempunyai Kewenangan di bidang Perijinan,
berdasarkan pertimbangan di atas maka Gubernur telah menetapkan Peraturan
Gubernur tentang Pendelegasian Kewenangan Pelayanan Perijinan Kepada Kepala
Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Provinsi Riau, yaitu
Peraturan Gubernur Riau Nomor 37
Tahun 2011 Tentang Pendelegasian Kewenangan Pelayanan Perijinan Kepada Badan
Pelayanan Perijinan Terpadu Provinsi Riau.[7]
Dalam BAB II Pasal 2, Peraturan
Gubernur Riau Nomor 37
Tahun 2011, dijelaskan bahwa :
1.
BPPTR diberi kewenangan
dalam memproses pelayanan administrasi, menandatangani dokumen, menerbitkan
dokumen Bidang, Jenis Perijinan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
Peraturan Gubernur ini;
2.
Kewenangan
Penandatangan dokumen Bidang, Jenis Perijinan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi bidang dan jenis sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini;
3.
Jenis
Perijinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambah sesuai dengan
perkembangan dan kemampuan BPPTR mengelola
semua jenis Perijinan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur;
4.
Jenis
Perijinan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan Gubernur
ditandatangani oleh Gubernur, namun proses perijinannya dilaksanakan oleh BPPTR
Berdasarkan Peraturan Gubernur Riau Nomor 37 Tahun
2011 Tentang PendelegasianKewenangan Pelayanan Perijinan Kepada Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu Provinsi Riau tersebut terdapat 56 jenis
perijinan dalam 13 bidang kewenangan yang penandatanganan
perijinan dilimpahkan kepada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Provinsi Riau, yaitu :
1.
Bidang
Perkebunan ( 7 jenis perijinan)
2.
Bidang Kelautan dan
Perikan ( 1 jenis perijinan)
3.
Bidang
Kehutanan ( 14 jenis
perijinan)
4.
Bidang
Lingkungan Hidup ( 2 jenis perijinan)
5.
Bidang
Perindustrian dan Perdagangan (1 3 jenis
perijinan)
6.
Bidang
Kesehatan ( 4 jenis perijinan)
7.
Bidang Bina
Marga ( 4 jenis perijinan)
8.
Bidang
Perhubungan ( 4 jenis perijinan)
9.
Bidang
Komunikasi dan Informatika ( 4 jenis perijinan)
10.
Bidang
Peternakan dan Kesehatan Hewan ( 6 jenis perijinan)
11.
Bidang
Pertambagan dan Energi ( 9 jenis perijinan)
12.
Bidang
pengelolaan Sumberdaya Air ( 2 jenis perijinan)
13.
Bidang
Penelitian dan pengembangan ( 1 jenis perijinan)
BAB IV
KESIMPULAN
1. Dalam implementasinya provinsi Riau telah menerapkan prinsip prizinan satu
pintu, sehingga menjadi percontohan daerah yang lain, terbukti dengan adanya
studi banding, yang dilakukan oleh beberapa daerah ke provinsi Riau.
Adapun isi
implementasi tersebut diatas adalah: 1)
Proses membangun kepercayaan masyarakat melalui Program Percepatan (Quick Wins)
yang berdampak pada perbaikan system kerja dan perbaikan kualitas produk utama;
2) Proses membangun komitmen dan partisipasi mealui Manajemen Perubahan yang
berdampak pada terkomunikasikannya perubahan baik kepada pegawai maupun
kepada masyarakat dalam rangka pembentukan perilaku yang diinginkan; 3) Proses
mengubah pola pikir, budaya dan nilai-nilai kerja melalui penataan sistem yang
berdampak pada perbaikan sistem manajemen SDM, dan 4 ) Proses memastikan
keberlangsungan berjalannya sistem dan terjadinya perubahan melalui penguatan
unit organisasi, deregulasi-regulasi, penginkatan sistem pengawasan,
perbaikan/pengadaan sarana dan prasarana yang berdampak pada perubahan pola
pikir, perubahan budaya kerja dan perubahan perilaku.
2. Reformasi
birokrasi yang dilaksanakan yang pada hakekatnya ditunjuk untuk membangun/ membentuk
profil dan perilaku aparatur negara yang memiliki: 1) Integritas tinggi, yaitu:
perilaku aparatur negara yang dalam bekerja senantiasa menjaga sikap
profesional dan menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas (kejujuran, kesetiaan,
komitmen) serta menjaga keutuhan pribadi; 2) Produktivitas tinggi dan
bertanggungjawab, yaitu: hasil optimal yang dicapai oleh aparatur negara dari
serangkaian program kegiatan yang inovatif, efektif dan efisien dalam mengelola
sumber daya yang ada serta ditunjang oleh dedikasi dan etos kerja yang tinggi,
dan 3) Kemampuan memberikan pelayanan yang prima, yaitu: Kepuasan yang
dirasakan oleh publik sebagai dampak dari hasil kerja birokrasi yang
profesional,
DAFTAR PUSTAKA
Atmoko dkk, Tjipto. 2007, Pengukuran
Kualitas Pelayanan Administrasi Penanaman Modal Di pekanbaru, . Laporan
Penelitian : Pusat Penelitian Kebijakan Publik dan Pengembangan Wilayah
Universitas Riau.
Dwiyanto, Agus et al. 2006. Reformasi
Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hardjapamekas, Erry Riana. 2003.
Reformasi Birokrasi : Tantangan dan Peluang, Jakarta : Badan Pembinaan Hukum
Nasional
Insani, Istyadi, 2010. Penyusunan
Standar Operasional Prosedur Dalam Reformasi Birokrasi Sebagai Business
Process Reengineering Birokrasi Pemerintah, Makalah ini disajikan dalam
Konferensi Administrasi Negara III di Bandung pada tanggal 6-8 Juli 2010.
Jasin dkk, Muhammad. 2007. Implementasi
Layanan Terpadu Di Kabupaten/Kota Studi Kasus :Pekanbaru, Jakarta : Litbang UR.
KPK, 2011. Penilaian Inisiatif
Anti Korupsi (PIAK) 2011, Jakarta : Litbang KPK
UU No. 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari
Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2010
Tentang Grand Desaign Reformasi Birokrasi 2010- 2025.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.24 Tahun 2006
tentang Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu.
[1]
Jasin dkk, Muhammad. 2007. Implementasi
Layanan Terpadu Di Kabupaten/Kota Studi Kasus :Pekanbaru, Jakarta : Litbang UR, hal. 142.
[3] Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Badan Perijinan Terpadu Dan
Penanaman Modal Kota Pekanbaru
[5] Atmoko dkk, Tjipto. 2007, Pengukuran
Kualitas Pelayanan Administrasi Penanaman Modal Di pekanbaru, . Laporan
Penelitian : Pusat Penelitian Kebijakan Publik dan Pengembangan Wilayah
Universitas Riau, hal. 53.
[6] Dwiyanto, Agus et al. 2006. Reformasi
Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hal.74.
[7] MG. Westi Kekalih, Kajian
Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di kota Pekanbaru
KPPOD-BKPM, pekanbaru, 2007, hal. 81
Tidak ada komentar:
Posting Komentar