Rabu, 15 Juni 2016

MAKALAH HUKUM: PENGHAPUSAN PENDAFTARAN MEREK AKIBAT MEREK TIDAK DIPERGUNAKAN DALAM KEGIATAN PERDAGANGAN (Analisis Yuridis Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek)


PENGHAPUSAN PENDAFTARAN MEREK AKIBAT MEREK TIDAK DIPERGUNAKAN DALAM KEGIATAN PERDAGANGAN
(Analisis Yuridis Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek)

OLEH

JONI ALIZON, SH., MH 

BAB I
PENDAHULUAN

A.              Latar Belakang
Perlindungan hak kekayaan intelektual sangat penting bagi pembangunan yang sedang berlangsung di Indonesia. Hak atas kekayaan intelektual yang dilindungi di Indonesia bisa saja berupa Merek, Lisensi, Hak Cipta, Paten maupun Desain Industri. Kata, huruf, angka, gambar, foto, bentuk, warna, jenis logo, label atau gabungannya yang dapat digunakan untuk membedakan barang dan jasa dapat dianggap sebagai sebuah merek. Secara terus menerus dalam pengertian tidak terputus putus;
Hak atas Kekayaan Intelektual berbeda dengan Hak Milik kebendaan, karena Hak atas Kekayaan Intelektual bersifat tidak nyata sehingga tidak mudah hilang, tidak dapat disita dan lebih langgeng. Hak atas Kekayaan Intelektual mengenal adanya Hak Moral dimana nama pencipta/penemu tetap melekat bersama Hasil Ciptaan/temuannya meskipun hak tersebut telah dialihkan kepada pihak lain. Hak atas Kekayaan Intelektual juga mengenal adanya hak ekonomi dimana para pencipta, Penemu dan masyarakat dapat mengambil manfaat Ekonomis dari suatu karya cipta atau temuan.[1]
 Di sebagian negara, slogan iklan juga dianggap sebagai merek dan dapat didaftarkan pada Kantor Hak dan Kekayaan Intelektual. Jumlah negara yang membuka kemungkinan untuk pendaftaran bentuk-bentuk merek yang kurang biasa didaftarkan seperti warna tunggal, tanda tiga dimensi (bentuk produk atau kemasan), tanda-tanda yang dapat didengar (bunyi) atau tanda olfactory (bau). Namun demikian, sebagian besar negara telah menentukan batasan-batasan mengenai hal apa saja yang dapat didaftarkan sebagai sebuah merek, secara umum adalah untuk tanda-tanda yang memang secara visual dapat dirasakan atau yang dapat ditunjukkan dengan gambar atau tulisan.[2]
 Pemahaman yang harus dibentuk ketika menempatkan merek sebagai hak kekayaan intelektual adalah kelahiran hak atas merek yang diawali dengan temuan-temuan barang atau jasa yang lebih dikenal dengan penciptaan. Pada merek ada unsur ciptaan yakni : desain logo maupun huruf. Dalam merek, bukan hak atas ciptaan itu yang dilindungi tetapi merek itu sendiri sebagai tanda pembeda.[3]
Suatu Merek dapat berbentuk merek dagang/merek barang dan merek perniagaan serta merek yang menunjukkan asal usul barang merupakan hal yang penting dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam lalu lintas perdagangan.[4]
Merek pada saat ini bukan hanya sebagai suatu nama atau simbol saja, melainkan merek memiliki aset kekayaan yang sangat besar. Merek yang tepat dan dipilih secara hati-hati merupakan aset bisnis yang berharga untuk sebagian besar perusahaan. Perkiraan nilai dari merek-merek terkenal di dunia seperti Coca-Cola atau IBM melebihi 50 (lima puluh) milyar dollar masing-masingnya.[5] Hal ini karena konsumen menilai merek, reputasi, citra dan sejumlah kualitas-kualitas yang konsumen inginkan yang berhubungan dengan merek. Konsumen dalam hal ini mau membayar lebih untuk produk dengan merek tertentu yang telah diakui dunia dan yang dapat memenuhi harapan mereka. Oleh karena itu, memiliki sebuah merek dengan citra dan reputasi yang baik menjadikan sebuah perusahaan lebih kompetitif. Bahkan bagi beberapa negara di Amerika Selatan, merek dijadikan sebagai simbol asosiasi kultural dan sentuhan mistik.[6]
Fungsi utama dari sebuah merek adalah agar konsumen dapat mencirikan suatu produk (baik itu barang maupun jasa) yang dimiliki oleh perusahaan sehingga dapat dibedakan dari produk perusahaan lain yang serupa atau yang mirip yang dimiliki oleh pesaingnya. Konsumen yang merasa puas dengan suatu produk tertentu akan membeli atau memakai kembali produk tersebut di masa yang akan datang. Untuk dapat melakukan hal tersebut pemakai harus mampu membedakan dengan mudah antara produksi yang asli dengan produk-produk yang identik atau yang mirip (Palsu).
Dalam kenyataannya yang berkembang dan terjadi ditengah-tengah masyarakat banyak permasalahan yang timbul tentang kurangnya pemahaman tentang permaslahan merek, terutama maslah pendaftaran merek, sehingga terjadinya gugatan –gugatan bagi perusaaahn yang merasa dirugikan dengan pendaftaran merek.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas tentang; “PENGHAPUSAN PENDAFTARAN MEREK AKIBAT MEREK TIDAK DIPERGUNAKAN DALAM KEGIATAN PERDAGANGAN (Analisis Yuridis Undang – Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek) ”.
B.    Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
  1. Bagaimana Penghapusan Pendaftaran Merek akibat merek tidak dipergunakan dalam kegiatan perdagangan Menurut Undang – Undang Nomor 15 tahun 2001 Tentang Merek ?
  2. Faktor – faktor apakah Yang menyebabkan merek yang telah didaftarkan tetapi tidak dipergunakan?
C.    Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada latar belakang penelitian ini maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
Untuk menentukan Penghapusan Pendaftaran Merek akibat merek tidak dipergunakan dalam kegiatan perdagangan Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.     Untuk Mengetahui tentang Penghapusan Pendaftaran Merek akibat merek tidak dipergunakan dalam kegiatan perdagangan Menurut Undang – undang Nomor 15 tahun 2001 Tentang Merek.
2.     Faktor – faktor Yang menyebabkan merek yang telah didaftarkan tetapi tidak dipergunakan.

BAB II
PEMBAHASAN
1.     Penghapusan pendaftaran merek akibat merek tidak dipergunakan dalam kegiatan perdagangan menurut Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek
Ada tiga tahap perlindungan yang dapat dilakukan oleh negara dalam hal ini Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual terhadap merek, yaitu:
1.               Pada tahap proses permohonan pendaftaran
Dalam tahap ini, Direktorat Jenderal  Hak atas Kekayaan Intelektual  dapat berperan memberi perlindungan kepada pemilik merek yang sudah terdaftar. Direktorat Jenderal  Hak atas Kekayaan Intelektual  berwenang untuk menolak permohonan pendaftaran merek apabila merek tersebut: mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis, mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau sejenisnya, mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal.
2.               Penghapusan pendaftaran merek
Dalam Pasal 61 ayat (1) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Direktorat Jenderal  Hak atas Kekayaan Intelektual diberi kewenangan secara ex-officio atau atas prakarsa sendiri menghapuskan merek dari Daftar Umum.
3.               Tindakan represif oleh peradilan umum
Selain jaminan perlindungan yang diberikan Direktorat Jenderal  Hak atas Kekayaan Intelektual, Peradilan Umum dalam hal ini Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung mempunyai peranan berbentuk tindakan represif untuk menghukum pemalsu atau pembajak merek.
Perlu digarisbawahi bahwa Penghapusan pendaftaran merek berbeda dengan pembatalan merek, walaupun keduanya mempunyai persamaan yakni keduanya dicoret dari Daftar Umum Merek. Perbedaan pembatalan dengan penghapusan merek dapat ditinjau dari 4 (empat) hal yaitu : prosedur, alasan, persyaratan dan jangka waktu pengajuan gugatan.
1.     Dilihat dari prosedur, penghapusan merek dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu : prakarsa Direktorat Jenderal  Hak atas Kekayaan Intelektual, permintaan pemilik merek dan atas permintaan pihak ketiga yang disampaikan melalui Pengadilan Niaga. Hal ini berbeda dengan pembatalan merek yang hanya mengenal satu-satunya prosedur yakni pembatalan diajukan oleh pihak yang berkepentingan atau pemilik merek yang tidak terdaftar dengan ketentuan harus mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal  Hak atas Kekayaan Intelektual  sebelumnya. Perbedaan lainnya adalah Undang-Undang Merek tidak memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal  Hak atas Kekayaan Intelektual  untuk melakukan pembatalan atas kehendaknya sendiri.
2.     Ditinjau dari alasan, Undang-Undang Merek menegaskan dengan jelas alasan-alasan apa saja yang dapat digunakan untuk melakukan penghapusan pendaftaran merek dan pembatalan pendaftaran merek sehingga terdapat perbedaan yang sangat principil dalam hal ini. Berdasarkan Pasal 61 Ayat (2) Undang-Undang Merek, dasar alasan penghapusan pendaftaran merek, yaitu :
a.      Merek tidak pernah digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal  Hak atas Kekayaan Intelektual.
b.     Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengnan jenis barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang didaftar.[7]
Pembatalan merek hanya dapat dilakukan dengan alasan apabila merek yang bersangkutan melanggar ketentuan mengenai merek yang tidak dapat didaftar dan mengakibatkan merek harus ditolak. Ketentuan merek tidak dapat didaftar dapat dilihat pada Undang-Undang Merek, yakni :
a.                Jika didaftar dengan itikad tidak baik.
b.     Jika bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum, tidak memiliki daya pembeda, telah menjadi milik umum atau merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang dan/atau jasa yang dimintakan pendaftarannya.[8]
  1. Ditinjau dari syaratnya, Undang-Undang Merek tidak mensyaratkan pihak ketiga yang ingin mengajukan gugatan penghapusan pendaftaran merek. Sebaliknya, Undang-Undang Merek mensyaratkan bahwa pihak ketiga yang ingin mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran merek haruslah pihak yang berkepentingan.
  2. Ditinjau dari jangka waktu pengajuan gugatan, Undang-Undang Merek memberikan jangka waktu penghapusan pendaftaran merek dengan alasan merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir adalah minimal 3 tahun setelah pendaftaran merek sebagai konsekuensi persyaratan “3 tahun berturut-turut”. Alasan kedua penghapusan pendaftaran merek tidak ditentukan jangka waktu pengajuan gugatan. Sedangkan pembatalan pendaftaran merek memberikan jangka waktu untuk melakukan gugatan terbatas dalam 5 (lima) tahun, kecuali dengan alasan pembatalan pendafatran merek bersangkutan bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum.
Pada dasarnya mekanisme penghapusan pendaftaran merek bertujuan untuk memberikan kepastian hukum agar merek terdaftar tersebut digunakan dalam perdagangan barang dan jasa. Hal ini sesuai dengan pengertian merek dalam Pasal 1 Undang-Undang Merek yang menyatakan bahwa merek tersebut digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa sehingga dalam Undang-Undang Merek memberikan upaya hukum penghapusan pendaftaran merek sebagai jalan keluar apabila hal tersebut terjadi. Hal ini dapat dilihat dengan menjadikan alasan jika merek tersebut tidak pernah digunakan selama periode tertentu, yaitu jangka waktu 3 (tiga) tahun berturut-turut. Mekanisme penghapusan pendaftaran merek juga merupakan salah satu upaya dalam memberikan perlindungan yang efektif terhadap merek, terutama dalam menghindari adanya persaingan yang tidak sehat serta memberikan perlindungan hukum bagi pelaku usaha lain yang mendaftarkan merek dengan itikad yang baik.
Merek yang terdaftar pada Direktorat Jenderal  Hak atas Kekayaan Intelektual dapat dihapus (invalidation) dari Daftar Umum Merek. Menurut Pasal 61 Undang – undang Merek nomor 15 tahun 2001, penghapusan pendaftaran merek dari Daftar Umum Merek dapat dilakukan atas prakarsa Direktorat Jenderal  Hak atas Kekayaan Intelektual  atau berdasarkan permohonan pemilik merek yang bersangkutan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 61, 62, 63 dan 67 Undang – undang Merek 2001, terdapat 3 cara penghapusan merek terdaftar yaitu :
  1. Penghapusan terjadi atas prakarsa Direktorat Jenderal HaKI. Direktorat Jenderal HaKI atas prakarsa sendiri dapat menghapus pendaftaran merek terdaftar karena beberapa hal yakni :
a.      Merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut – turut dalam perdagangan barang dan / atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila terdapat adanya alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal  Hak atas Kekayaan Intelektual, seperti :
a)     Larangan Impor
b)     Larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang menggunakan merek yang bersangkutan.
c)     Keputusan dari pihak yang berwenang yang bersifat sementara mengenai larangan impor.
d)     Adanya larangan serupa yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah terkait.
b.     Merek digunakan untuk jenis barang dan / atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang telah dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang didaftar. Ketidak sesuaian yang dimaksud dapat saja berupa ketidaksesuaian dalam bentuk penulisan kata atau huruf.[9]
2.     Penghapusan terjadi atas prakarsa pemilik merek sendiri
                 Penghapusan merek jenis ini dapat dilakukan oleh seorang pemilik merek terdaftar yang memang tidak ingin lagi memakai merek tersebut. Oleh karena itu pemilik merek dapat mengajukan penghapusan pendaftaran merek atas sebagian atau seluruh jenis barang dan/atau jasa dengan mengajukan kepada Direktorat Jenderal  Hak atas Kekayaan Intelektual.
                 Dalam mana hal penghapusan merek ini masih terikat perjanjian lisensi, maka penghapusan hanya dapat dilakukan apabila adanya persetujuan secara tertulis oleh penerima lisensi.[10]
3.     Penghapusan terjadi karena adanya gugatan pihak ketiga
            Bagi pihak ketiga yang merasa bahwa merek yang tersebut sebenarnya adalah mereknya, maka bagi pihak ketiga tersebut dapat mengajukan penghapusan merek terdaftar secara langsung kepada Pengadilan Niaga. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 63 Undang-Undang Merek yakni : Penghapusan merek terdaftar dapat juga diajukan gugatan oleh pihak ketiga kepada Pengadilan Niaga dan terhadap putusan Pengadilan Niaga tersebut hanya dapat diajukan kasasi.[11] Selain itu, penghapusan pendaftaran merek kolektif juga dapat diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga.[12]
            Panitera pengadilan yang bersangkutan dapat menyampaikan isi putusan peradilan kepada Direktorat Jenderal HaKI setelah tanggal putusan penghapusan pendaftaran merek diucapkan. Direktorat Jenderal HaKI hanya akan melaksanakan penghapusan merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek apabila putusan badan peradilannya telah diterima dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap.[13]
            Penulis melihat bahwa Penghapusan pendaftaran merek merupakan tindakan Direktorat Jenderal  Hak atas Kekayaan Intelektual  untuk mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dikarenakan merek tersebut tidak pernah digunakan sebagai merek dagang atau tidak pernah digunakan sebagai merek perdagangan maupun jasa selama 3 tahun berturut-turut, atau merek terdaftar tidak sesuai dengan klasifikasi barang yang telah didaftarkan, atau adanya larangan pemerintah untuk menggunakan merek tersebut, serta adanya itikad yang tidak baik dari pemilik merek sehingga menyebabkan terjadinya penghapusan merek.
            Penghapusan pendaftaran merek tersebut diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya dengan menyebutkan alasan penghapusan dan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek, sertifikat merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi. Tidak berlakunya lagi sertifikat merek tersebut mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan.



2.     Faktor – faktor yang menyebabkan merek yang telah didaftarkan tetapi tidak dipergunakan.
Ketentuan Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, salah satu hal yang dapat dilihat adalah ada merek yang telah didaftarkan, tetapi tidak dipergunakan,  Pengaturan tersebut terdapat di dalam ketentuan Pasal 16 Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dinyatakan bahwa penghapusan pendaftaran Merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dapat dilakukan jika merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal.
Dari ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa merek terdaftar yang tidak digunakan selama 3 tahun berturut-turut dalam perdagangan barang atau jasa yang dihitung baik sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terkahir akan menyebabkan dihapuskannya merek terdaftar atas prakarsa Direktorat Jenderal  Hak atas Kekayaan Intelektual. Namun demikian, ketentuan ini tidak dapat diberlakukan apabila pemegang hak atas merek memiliki alasan-alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal  Hak atas Kekayaan Intelektual. Adapun alasan yang dapat diterima yakni:
a.   Larangan impor;
b.   Larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang menggunakan Merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak yang berwenang yang bersifat sementara; atau
c.   Larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan ketentuan Pasal 16 Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tegaslah bahwa merek terdaftar yang tidak digunakan dalam kurun waktu kurang dari 3 tahun tidak dapat dihapuskan atas prakarsa Direktorat Jenderal  Hak atas Kekayaan Intelektual.
Jadi, hal yang paling dominan dalam faktor – faktor merek yang tidak dipergunakan dikarenakan adanya larangan impor, sedangkan proyeksi dari perusahaan tersebut adalah untuk impor.
Kalau dilihat dari sudut pandang yuridis yang mengatur tentang faktor yang mempengaruhi pengapusan pendaftaran merek oleh pemilik merek, secara garis besar dapat dilihat bahwa memang ada unsure-unsur yang cukup merugikan pemilik merek, karena setelah bersusah payah untuk melakukan pendaftaran merek, dengan mengikuti segala bentuk prosedur, ternyata merek yang diperdagangkan tersebut tidak boleh untuk diimpor, padahal seharusnya direktorat jenderal Hak atas kekayaan Intelektual mesti lebih teliti serta spesifik dalam menerima pendaftaran merek dan seharusnya dijelaskan secara mendetail tentang merek yang diperdagangkan apakah bisa untuk diimpor atau tidak, kalau memang tidak bisa atau tidak boleh diimpor lebih baik tidak perlu diterima agar masyarakat yang melakukan pendaftaran merek tidak terlanjur melakukan pedaftaran.
Kalau dilihat daru Undang – undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek, jelaslah bahwa Faktor – faktor yang menyebabkan merek yang telah didaftarkan tetapi tidak dipergunakan berasal dari factor Yuridis atau faktor diluar keinginan dari pemilik merek tersebut.
Selain faktor – faktor yuridis atau faktor (Eksternal) atau faktor – faktor diluar keinginan pemilik merek, ada faktor – faktor lain yang mempengaruhi pemilik merek untuk tidak mempergunakan merek, meskipun merek tersebut telah didaftarkan, antara lain:
1.                                                                                                                                            Nama merek yang lemah
Merek yang kuat merupakan aset tidak berwujud yang sangat berharga bagi perusahaan dan merupakan alat pemasaran yang strategis utama. Merek yang kuat akan membangun loyalitas, merek yang kuat memungkinkan tercapainya laba yang lebih tinggi, dengan demikian merek yang kuat dalam jangka panjang dapat memberikan hasil yang lebih besar bagi perusahaan pemilik merek.  Sebuah merek yang kuat akan dapat memberikan kredibilitas untuk sebuah produk baru, sehingga akan mempermudah perusahaan dalam melakukan perluasan produk.
Dalam menghadapi persaingan yang ketat, merek yang kuat merupakan suatu pembeda yang jelas, bernilai dan berkesinambungan, menjadi ujung tombak bagi daya saing perusahaan dan sangat membantu dalam strategi pemasaran.
Menurut penulis, Salah satu indikator merek yang sudah didaftarkan, tetapi kemudian di batalkan pendaftarannya oleh pemilik merek adalah dikarenakan nama Merek yang Lemah, Maksud dari nama merek yang lemah adalah, banyak merek – merek yang telah didaftarkan oleh pemilik merek ke direktorat jenderal hak atas kekayaan intelektual tetapi tidak dipergunakan dikarenakan oleh nama merek yang dipergunakan tidak menarik Konsumen ataupun masyarakat umum untuk membeli produk – produk dari merek tersebut, sehingga merek tersebut tidak terkenal dan ada kemungkinan serta membuka peluang bagi pemilik merek tidak mempergunakannya dan bisa jadi pemilik merek tersebut mendaftarkan bentuk merek yang baru.
2.     Reputasi Merek buruk diantara Pelanggan
              Dalam hal persaingan dan globalisasi saat ini, ujung tombak sebuah perusahaan atau pemilik merek dalam membina relasi dengan pelanggan melalui merek tertuang dalam sebuah manajemen merek yang baik. Hubungan dengan pelanggan sangat dipengaruhi oleh persepsi pelanggan dengan sebuah merek, maka manajemen merek sangatlah penting untuk menaklukkan lingkungan pemasaran.
              Apabila sebuah perusahaan atau pemilik merek sudah cacat atau mendapatkan tanggapan atau respon yang kurang baik dari pelanggan, maka ini sebuah pukulan telak untuk membangun sebuah merek, maka apabila sebuah merek sudah dianggap tidak baik oleh pelanggan, bisa jadi ini termasuk kedalam salah satu indicator sebuah merek yang telah didaftarkan tetapi tidak dipergunakan oleh pemilik merek.
3.                                                                                                                                            Pailit / bankrupt
Dalam sebuah usaha pasti ada yang namanya Pailit atau bankrut, Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang undang ini.”[14]
Apabila sebuah perusahaan atau pemilik merek sudah bankrupt, tentu saja tidak akan bisa lagi melakukan apa-apa, oleh karena itu menurut penulis, pailit atau bankrupt merupakan salah satu indicator sebuah merek yang telah didaftarkan tetapi tidak dipergunakan.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
a.      Penghapusan pendaftaran merek akibat merek tidak dipergunakan dalam kegiatan perdagangan menurut Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek, Ada tiga tahap perlindungan yang dapat dilakukan oleh negara dalam hal ini Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual terhadap merek, yaitu: Pada tahap proses permohonan pendaftaran, Penghapusan pendaftaran merek dan Tindakan represif oleh peradilan umum, Dilihat dari prosedur, penghapusan merek dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu : prakarsa Direktorat Jenderal  Hak atas Kekayaan Intelektual, permintaan pemilik merek dan atas permintaan pihak ketiga yang disampaikan melalui Pengadilan Niaga.
b.     Dalam ketentuan Pasal 16 Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dinyatakan bahwa penghapusan pendaftaran Merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dapat dilakukan jika merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal, alasannya adalah Nama merek yang lemah, Reputasi Merek buruk diantara Pelanggan dan Pailit / bankrupt

B. Saran
  1. Agar dalam proses pendaftaran merek benar-benar difahami oleh masyarakat secara umum dan khususnya oleh pegawan Direktorat jenderal hak atas kekayaan Intelektual.
  2. Untuk pengusaha dan pendaftar merek memperhatikan benar-benar syarat-syarat untuk dapat dihapuskannya sebuah merek.

DAFTAR PUSTAKA

Afrilyanna,dkk, Trips-WTO dan hukum HKI Indonesia, Rineka Cipta, 2005
M. Firmansyah, Tata Cara mengurus HaKI,Visimedia, Jakarta, 2008
Agus Sarjono,Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Sosial, PT.Alumni, Bandung,2005
Iswi Hariyani,Prosedur Mengurus HaKI yang benar.Pustaka Yustisia, Jakarta.2010.
O.K.Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

M. Jumhana, Perkembangan Doktrin dan teori Perlindungan hak kekayaan Intelektual, Citra Aditya Bhakti, bandung2006

Syafrinaldi, Hukum tentang perlindungan hak Milik Intelektual dalam menghadapi globalisasi, UIR Press 2006.
Sutiman Wijaya, 10 Merek Paling Terkenal di Dunia, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2008,.
Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia berdasarkan Undang-Undang RI NO. 19 Tahun 1992, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1996.



[1] Iswi Hariyani,Prosedur Mengurus HaKI yang benar.Pustaka Yustisia, 2010.Jakarta.hal.16
[2] Ibid, hal. 18
[3] O.K.Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 330
[4]Syafrinaldi, Hukum tentang perlindungan hak Milik Intelektual dalam menghadapi globalisasi, UIR Press 2006, hal.54
[5] Sutiman Wijaya, 10 Merek Paling Terkenal di Dunia, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2008, hal. 2.
[6]Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia berdasarkan Undang-Undang RI NO. 19 Tahun 1992, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1996, hal.11.
[7] Pasal 61 Ayat (2) Undang – undang  Nomor 15 Tahun 2001 Tentang  Merek
[8] Ibid, pasal 4
[9] Ibid, Pasal 61 Ayat (1), (2) dan (3).
[10] Ibid, Pasal 62 Ayat (1) dan (2).
[11] Ibid, Pasal 63 dan 64 Ayat (1).
[12] Ibid, Pasal 67.
[13] Ibid, Pasal 70.
[14] Undang –undang  Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan PKPU, Pasal 1 sub angka 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar