Rabu, 15 Juni 2016

MAKALAH HUKUM: PERAN DAN FUNGSI UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DALAM MEWUJUDKAN EFISIENSI KEGIATAN USAHA DI INDONESIA


PERAN DAN FUNGSI UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DALAM
 MEWUJUDKAN EFISIENSI KEGIATAN
USAHA DI INDONESIA

OLEH

JONI ALIZON  

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
            Dunia usaha merupakan suatu dunia yang boleh dikatakan tidak dapat berdiri sendiri. Banyak aspek dari berbagai macam dunia lainnya turut terlibat baik langsung maupun tidak langsung dengan dunia usaha ini. Keterkaitan tersebut kadangkala tidak memberikan prioritas atas dunia usaha, yang ada pada akhirnya membuat dunia usaha tunduk dan mengikuti rambu-rambu yang ada dan seringkali bahkan mengutamakan dunia usaha sehingga mengabaikan aturan-aturan yang telah ada.[1]
            Pesatnya perkembangan dunia usaha adakalanya tidak diimbangi dengan penciptaan rambu-rambu pengawas. Dunia usaha yang berkembang terlalu pesat  dapat saja meninggalkan rambu-rambu yang ada  dan jelas tidak akan menguntungkan pada akhirnya. Di dalam dunia usaha, monopoli bukanlah hal yang asing lagi yang terjadi di setiap sistem ekonomi. Dengan memonopoli suatu bidang berarti terbuka kesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan pribadi. Monopoli bukan saja dapat menarik keuntungan tetapi juga dapat menganggu sistem dan mekanisme perekonomian yang sedang berjalan.
            Monopoli diartikan sebagai kekuasaan untuk menentukan harga, kualitas dan kuantitas suatu produk yang ditawarkan kepada masyarakat, masyarakat tidak pernah diberi kesempatan untuk menentukan pilihan, baik mengenai harga, mutu, dan jumlah.[2] Monopoli telah memberikan suatu kesan bagi masyarakat luas yang secara prakteknya tidak baik dan merugikan kepentingan banyak orang.
            Pada tanggal 5 Maret 1999 Pemerintah dan DPR Republik Indonesia telah melahirkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Adanya undang-undang ini merupakan rambu-rambu dan batasan dalam mengakses “kue” pembangunan sehingga si besar tidak dengan seenaknya mengambil bagian si kecil. Batas-batas yang jelas akan menjadi pagar agar salah satu pihak melihat pihak lain bukan sebagai saingan tapi sebagai mitra untuk  bekerja sama. Undang-undang ini secara garis besar pengaturannya meliputi beberapa bagian yaitu :
1.     Perjanjian yang dilarang.
2.     Kegiatan yang dilarang.
3.     Penyalahgunaan posisi dominan.
4.     Komisi pengawas persaingan usaha.
5.     Tata cara penanganan hukum.
6.     Sanksi-sanksi.
7.     Perkecualian-perkecualian.
      Latar belakang diundangkannya Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara RI No. 33 Tahun 1999) adalah karena sebelum UU tersebut diundangkan muncul iklim persaingan usaha yang tidak sehat di Indonesia, yaitu adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu, baik itu dalam bentuk monopoli maupun bentuk-bentuk persaingan usaha tidak sehat lainnya. Pemusatan kekuatan ekonomi pada kelompok pengusaha tertentu terutama yang dekat dengan kekuasaan, telah menyebabkan ketahanan ekonomi Indonesia menjadi rapuh karena bersandarkan pada kelompok pengusaha-pengusaha yang tidak efisien, tidak mampu berkompetisi, dan tidak memiliki jiwa wirausaha untuk membantu mengangkat perekonomian Indonesia.
Adanya undang-undang ini berasaskan kepada demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara pelaku usaha dan kepentingan umum dengan tujuan melindungi konsumen, terciptanya persaingan usaha yang sehat dan menciptakan efisiensi dalam kegiatan usaha sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.

B.  Perumusan Masalah
            Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan di atas, adapun perumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu :
1.     Bagaimana sejarah lahirnya undang-undang anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat?
2.     Bagaimana Peran dan Fungsi Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Dalam Mewujudkan Efisiensi Kegiatan Usaha di Indonesia?






















BAB II
LATAR BELAKANG LAHIRNYA UNDANG-UNDANG ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.
            Latar belakang diundangkannya Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara RI No. 33 Tahun 1999) adalah karena sebelum UU tersebut diundangkan muncul iklim persaingan usaha yang tidak sehat di Indonesia, yaitu adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu, baik itu dalam bentuk monopoli maupun bentuk-bentuk persaingan usaha tidak sehat lainnya. Pemusatan kekuatan ekonomi pada kelompok pengusaha tertentu terutama yang dekat dengan kekuasaan, telah menyebabkan ketahanan ekonomi Indonesia menjadi rapuh karena bersandarkan pada kelompok pengusaha-pengusaha yang tidak efisien, tidak mampu berkompetisi, dan tidak memiliki jiwa wirausaha untuk membantu mengangkat perekonomian Indonesia.
            UU No. 5/1999 ini diundangkan setelah Indonesia mengalami krisis ekonomi di tahun 1997-1998 yang meruntuhkan nilai rupiah dan membangkrutkan negara serta hampir semua pelaku ekonomi. Undang-undang ini juga merupakan salah satu bentuk reformasi ekonomi yang disyaratkan oleh International Monetary Fund untuk bersedia membantu Indonesia keluar dari krisis ekonomi. Undang-undang ini berlaku efektif pada tanggal 5 Maret 2000. Untuk mengawasi dan menerapkan Undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas Pengawas Persaingan Usaha atau disingkat KPPU (berdasar pasal 30 UU No. 5/1995).
            Secara umum, isi UU No. 5/1999 telah merangkum ketentuan-ketentuan yang umum ditemukan dalam undang-undang antimonopoli dan persaingan tidak sehat yang ada di negara-negara maju, antara lain adanya ketentuan tentang jenis-jenis perjanjian dan kegiatan yang dilarang undang-undang, penyalahgunaan posisi dominan pelaku usaha, kegiatan-kegiatan apa yang tidak dianggap melanggar undang-undang, serta perkecualian atas monopoli yang dilakukan negara.
            Sejauh ini KPPU telah sering menjatuhkan keputusan kepada para pelaku usaha di Indonesia yang melakukan perjanjian-perjanjian atau kegiatan-kegiatan yang dikategorikan terlarang oleh UU No. 5/1999 serta yang menyalahgunakan posisi dominan mereka.
Perjanjian yang dilarang oleh UU No. 5/1999 adalah: oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, intregasi vertikal, dan perjanjian tertutup. Sedang kegiatan yang dilarang oleh UU No. 5/1999 adalah: monopoli, monopsoni, penguasaan pasar dan persengkongkolan.
            Praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sementara itu, persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
            Tiga belas tahun penerapan UU Antimonopoli perlu dilakukan suatu refleksi, apa dampaknya bagi dunia usaha, bagi konsumen dan pemerintah. Selama Tiga belas tahun berlakunya UU Antimonopoli, sejak tahun 2000 sampai sekarang menurut Zubaedah, Kasubdit Advokasi KPPU, KPPU telah menerima 963 laporan pelanggaran tentang larangan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat. Setelah laporan itu diklarifikasi, yang ditindaklanjuti berjumlah 179. Dari jumlah tersebut sebanyak 121 diputuskan, 43 statusnya penetapan, sedangkan 15 lainnya sedang ditangani.
Dilihat dari jumlah kasus yang dilaporkan, yang sudah diputuskan dan yang sedang diproses, KPPU dapat dikatakan tergolong aktif melaksanakan tugas dan wewenangnya. Tetapi yang perlu dievaluasi secara sederhana adalah dampak UU Antimonopoli tersebut terhadap pelaku usaha, terhadap konsumen dan Pemerintah sendiri.[3]
Tujuan UU Antimonopoli
Sebelum lebih jauh mengkaji UU Antimonopoli ini, perlu diketahui terlebih dahulu tujuan UU Antimonopoli. Adapun tujuan UU Antimonopoli sebagaimana ditetapkan di dalam Pasal 3 adalah untuk:
a) menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
b) mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;[4]
c) mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
d)terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
            Dari ke empat tujuan tersebut, Martinus Udin Silalahi dalam tulisannnya yang dimuat dalam situs Koran Harian Sore Sinar Harapan tanggal 9 Maret 2005 merumuskan menjadi dua tujuan pokok, yaitu tujuan ekonomi dan tujuan sosial. Menurut Martinus, maksud tujuan ekonomi adalah terselenggaranya persaingan usaha yang sehat, kondusif dan efektif yang mengakibatkan efisiensi ekonomi. Sedangkan tujuan sosial adalah melalui persaingan usaha yang sehat tersebut kesejahteraan masyarakat akan ditingkatkan (the maximization of consumer welfare), yaitu masyarakat akan mempunyai pilihan untuk membeli suatu barang atau jasa dengan harga yang lebih murah. Jadi, kedua tujuan tersebut menjadi dasar parameter untuk menilai, apakah dampak UU Antimonopoli tersebut terhadap pelaku usaha, terhadap masyarakat (konsumen), dan terhadap Pemerintah sendiri.[5]
Dampak UU Antimonopoli bagi Pelaku Usaha
            Dampak UU Antimonopoli tersebut bagi pelaku usaha adalah yang pertama, pelaku usaha tidak boleh menjalankan usaha dengan cara tidak fair atau menjalankan usaha merugikan pesaingnya baik secara langsung maupun tidak langsung; yang kedua pelaku usaha harus sungguh-sungguh bersaing dengan kompetitornya supaya tetap dapat eksis di pasar yang bersangkutan, baik dari aspek kualitas, harga maupun pelayanannya. Karena suatu pelaku usaha tidak tahu persis apa yang dilakukan oleh kompetitornya untuk tetap eksis, maka setiap pelaku usaha akan melakukan perbaikan peningkatan terhadap produknya (inovasi) untuk menghasilkan kualitas yang lebih baik, harga yang lebih murah dan memberikan pelayanan yang terbaik untuk menarik hati konsumen. Apakah ini sudah dijalankan oleh pelaku usaha di Indonesia? Sejak diberlakukannya UU Antimonopoli sepuluh tahun yang lalu, pelaku usaha umumnya sudah memperhatikan rambu-rambu yang ditetapkan di dalam UU Antimonopoli.[6]
            Paling tidak mengetahui bahwa ada UU Antimonopoli yang memberi kebebasan kepada pelaku usaha untuk menjalankan usahanya, tetapi kebebasan tersebut sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan di dalam UU Antimonopoli tersebut. Misalnya, adanya larangan penguasaan pangsa pasar lebih dari 50% untuk satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (Pasal 17), dan penguasaan pangsa pasar lebih dari 75% untuk dua atau tiga pelaku usaha (Pasal 25 ayat 2 huruf b). Namun, batasan ini tidak berlaku mutlak.
            Artinya tidak setiap pelaku usaha melebihi pangsa pasar tersebut langsung dilarang, melainkan harus dibuktikan terlebih dahulu, apakah dengan melebihi penguasaan pangsa pasar yang ditetapkan tersebut mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Kalau ya, maka larangan tersebut dikenakan kepada pelaku usaha yang bersangkutan, kalau tidak, maka pelaku usaha tersebut tidak dikenakan larangan tersebut.
Dengan demikian UU Antimonopoli tidak anti perusahaan besar. Justru UU Antimonopoli mendorong perusahaan menjadi perusahaan besar asalkan atas kemampuannya sendiri, bukan karena melakukan praktik persaingan usaha yang tidak sehat.
















Bab III
      
PERAN DAN FUNGSI UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DALAM MEWUJUDKAN EFISIENSI KEGIATAN USAHA DI INDONESIA
             
              Secara umum, monopoli sangat ditakuti, terutama pada negara-negara yang baru memulai mencoba memasuki arena perdagangan dunia bebas karena:

1.   Monopoli dikhawatirkan akan dapat meninggikan harga dan membatasi jumlah produksi (output) dibanding dengan pasar dengan persaingan;
2.   Monopoli dianggap mempunyai kemampuan untuk berproduksi pada suatu tingkat jumlah yang keuntungannya paling besar, dan ini berarti pendapatan dari monopolist diperoleh dengan mengambil tenaga beli milik konsumen (masyarakat);
3.   Monopoli dapat mencegah terjadinya alokasi sumber daya ekonomi yang optimal, karena monopolist akan berproduksi tidak pada tingkat di mana biaya rata-rata paling rendah (tidak efisien), berbeda dengan pasar persaingan sempurna;
4.   Praktek monopoli menentukan harga jual sepihak, menghambat perbaikan teknologi, membatasi perusahaan masuk industri tersebut dan karena berkuasa dalam pasar maka monopolist bisa mempermainkan pasar.[7]


              Di Indonesia, dalam mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan larangan dalam monopoli merupakan bagian terpenting dari kebijakan pemerintah dalam menciptakan efisiensi dan kesejahteraan bagi masyarakat, Pada tanggal 5 Maret 1999 DPR-RI bersama pemerintah melahirkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat (LN 1999 No. 33, TLN No. 3817). UU ini lahir dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya menciptakan persaingan usaha yang sehat sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang sehat serta terhindarnya pemusatan ekonomi pada persaingan atau kelompok tertentu dalam bentuk praktek monopoli yang merugikan masyarakat dan bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.
              Selanjutnya dalam sidang MPR RI Tahun 1999 dihasilkan TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004. Dalam Bab IV Arah Kebijakan, Sub B Bidang Ekonomi diamanat sebagai berikut :

-      Mengembangkan persaingan yang sehat dan adil serta menghindarkan terjadinya struktur pasar monopolistis dan berbagai strukutur pasar yang distortif yang merugikan masyarakat.
-      Mengoptimalkan perannan pemerintah dalam mengoreksi ketidaksempurnaan pasar dengan menghilangkan seluruh hambatan yang menganggu mekanisme pasar melalui regulasi, layanan publik, subsidi, dan insentif yang dilakukan secara transparan dan diatur dengan undang-undang.


UU tentang Larang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dilahirkan karena untuk mengarahkan pembangunan ekonomi demi terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. UU No. 5 Tahun 1999 didasarkan  kepada demokrasi ekonomi yang artinya menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar.
Monopoli memberikan dampak yang tidak baik karena tidak memberikan kesempatan keseimbangan dalam melakukan usaha, oleh karena itu monopoli dilarang karena mengandung beberapa efek negatif yang merugikan antara lain :

a.   Terjadinya peningkatan harga suatu produk sebagai akibat adanya kompetisi dan persaingan yang bebas. Harga tinggi ini pada gilirannya akan menyebabkan inflasi yang merugikan masyarakat luas.
b.   Adanya keuntungan (profit) di atas kewajaran yang normal. Pelaku usaha akan seenaknya menetapkan harga untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya karena konsumen tidak ada pilihan lain dan terpaksa membeli produk tersebut.
c.   Terjadi eksploitasi terhadap konsumen atas produk. Produsen akan seenaknya menetapkan kualitas suatu produk tanpa dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan. Eksploitasi ini juga akan menimpa karyawan dan buruh yang bekerja pada produsen tersebut dengan menetapkan gaji dan upah yang sewenang-wenang tanpa memperhatikan ketentuan yang berlaku.
d.   Terjadi ketidakekonomisan dan ketidakefisienan yang akan dibebankan kepada konsumen dalam menghasilkan suatu produk karena perusahaan monopoli cenderung tidak beroperasi pada average cost yang minimum.
e.   Adanya entri barrier di mana perusahaan lain tidak dapat masuk ke dalam bidang usaha perusahaan monopoli tersebut karena penguasaan pangsa pasarnya yang besar. Perusahaan-perusahaan kecil tidak diberi kesempatan untuk tumbuh berkembang dan akan menemui ajalnya satu persatu.
f.    Pendapatan menjadi tidak merata karena sumber dana dan modal akan tersedot ke dalam perusahaan monopoli. Masyarakat banyak harus berbagi dengan banyak orang bagian yang sangat kecil, sementara perusahaan monopoli dengan sedikit orang akan menikmati bagian yang lebih besar.[8]


Adanya UU No. 5 tahun 1999 merupakan kebutuhan campur tangan pemerintah dalam memperbaiki pengaturan kegiatan ekonomi agar iklim persaingan usaha berjalan dengan sehat dan wajar, campur tangan pemerintah ini mempunyai beberapa tujuan penting yaitu :

1.   Mengawasi agar eksternaliti kegiatan ekonomi yang merugikan dapat dihindari atau akibat buruknya dapat dikurangi.
2.   Menyediakan barang publik yang cukup sehingga masyarakat dapat memperoleh barang tersebut dengan mudah dan dengan biaya murah.
3.   Mengawasi kegiatan-kegiatan perusahaan, terutama perusahaan-perusahaan yang besar yang dapat mempengaruhi pasar, agar mereka tidak mempunyai kekuasaan monopoli yang merugikan khalayak ramai.
4.   Menjamin agar kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak menimbulkan penindasan dan ketidaksetaraan di dalam masyarakat.
5.   Memastikan agar pertumbuhan ekonomi dapat diwujudkan dengan efisien.[9]


              Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 dinyatakan “monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha”. Selain pengertian monopoli UU No. 5 Tahun 1999 juga memberikan pengertian dari praktek monopoli yang dinyatakan di dalam Pasal 1 ayat (1) “praktek monopoli adalah pemusatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum”. Dari pengertian yang diberikan oleh UU tersebut terdapat hal yang penting tentang adanya praktek monopoli yaitu :
1.   Adanya pemusatan kekuatan ekonomi;
2.   Pemusatan kekuatan tersebut pada satu atau lebih pelaku usaha ekonomi;
3.   Pemusatan kekuatan ekonomi tersebut menimbulkan persaingan usaha tidak sehat;
4.   Pemusatan ekonomi tersebut merugikan kepentinga umum.
Pemusatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan atau jasa.[10] Sedangkan persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.[11]
Untuk mencegah tejadinya persaingan usaha tidak sehat, yang mengarah ke arah terjadinya monopoli. UU No. 5 Tahun 1999 melarang dilakukan tindakan-tindakan tertentu oleh pelaku usaha. Secara garis besar tindakan-tindakan tersebut dapat digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori.
1.   Tindakan yang dilakukan dalam rangka kerja sama dengan sesama pelaku usaha ekonomi atau yang termasuk ke dalam perjanjian yang dilarang yang diatur yaitu
Pasal 4 dalam bentuk Oligopoli, Pasal 5-8 dalam bentuk penetapan harga, Pasal 9 dalam bentuk Pembagian wilayah secara bersama, Pasal 10 dalam bentuk kerjasama Pemboikotan, Pasal 11 dalam rangka pembentukan Kartel, Pasal 12 untuk Trust, Pasal 13 dalam bentuk Oligopsoni, Pasal 14 dalam rangka Integrasi vertikal, Pasal 15 dalam bentuk Perjanjian tetutup, Pasal 16 dalam bentuk perjanjian dengan pihak luar negeri.
2.   Tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha dan atau kelompok pelaku usaha atau yang termasuk ke dalam kegiatan yang dilarang yaitu monopoli yang diatur di dalam Pasal 17, Monopsoni yang diatur dalam Pasal 18, Penguasaan Pasar, yang diatur dalam Pasal 19-Pasal 21, Persengkongkolan Pasal 22-Pasal 24.
Berdasarkan tindakan-tindakan yang dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999, dalam hal ini UU No. 5 Tahun 1999 memiliki peran melakukan pengawasan atas berbagai perjanjian dan berbagai kegiatan di dalam usaha berfungsi menjadi sarana kontrol atas suatu pasar tertentu dan mencegah persaingan yang tidak sehat dalam pasar. Di dalam melakukan pengawasan untuk memenuhi amanat UU No. 5 Tahun 1999 dibentuk sebuah lembaga independen Indonesia yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut yaitu:

              1.  Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
2.  Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
3.  Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat :
1.   Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker.
2.   Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3.   Efisiensi alokasi sumber daya alam.
4.   Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli.
5.   Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya.
6.   Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi.
7.   Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak.
8.   Menciptakan inovasi dalam perusahaan.[12]


Dalam hal KPPU menjalankan kewenangan dan tugasnya apabila pelaku usaha melanggar ketentuan-ketentuan yang telah diatur, maka KPPU berwenang  menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif, di dalam Pasal 47 ayat (2) tindakan administratif itu adalah:
1.   Penetapan pembatalan perjanjian.
2.   Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal.
3.   Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
4.   Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan.
5.   Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambialihan  saham.
6.   Pembayaran ganti rugi.
7.   Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp. 25.000.000.000 (dua puluh lima milyar rupiah).
UU No. 5 Tahun 1999 merupakan rambu-rambu bagi pelaku usaha agar tidak melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, dengan adanya UU No. 5 Tahun 1999 pasar tidak akan bisa dikuasai oleh satu pelaku melainkan memberikan keseimbangan yang berlandaskan kepada demokrasi ekonomi, setiap para pelaku usaha dapat bersaing dengan wajar karna pada dasarnya tidak ada suatu larangan bagi individu maupun badan hukum yang menjalankan usaha untuk mengembangkan usahanya menjadi besar namun hal itu dilakukan dengan pengembangan yang diikuti dengan cara-cara yang benar dan memberikan keterbukaan persaingan usaha yang sehat bagi setiap pelaku usaha.
Pada dasarnya UU No. 5 Tahun 1999 berfungsi memberikan keseimbangan bagi setiap pelaku usaha dalam melaksanakan usahanya dan memperhatikan kepentingan umum. Sesuai dengan Pasal 3 UU No, 5 Tahun 1999 dibentuk memiliki peran dan tujuan yaitu:
1.   Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
2.   Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian hukum kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
3.   Mencegah terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
4.   Terciptanya efektivitas  dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Adanya UU No, 5 Tahun 1999 merupakan salah satu cara yang digunakan pemerintah untuk mempertinggi efisiensi kegiatan ekonomi dalam mencapai tujuan perkembangan ekonomi yang sehat. Pentingnya peraturan perundang-undangan ini menjamin berfungsinya mekanisme pasar secara efisien, dapat dilihat dengan jelas apabila diperhatikan akibat-akibat buruk yang mungkin timbul apabila setiap pelaku usaha diberi kebebasan yang tidak terbatas dalam melakukan kegiatannya. Dengan demikian, adanya UU No. 5 Tahun 1999, para pelaku usaha akan mengetahui hak-hak maupun kewajiban-kewajibannya dalam melakukan usaha dan menjamin agar dalam perekonomian tidak terdapat kekuasaan monopoli serta memberikan ruang bagi pelaku usaha untuk bersaing secara sehat, jujur demi terciptanya pelaksanaan ekonomi yang sehat dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.







BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN


A.  Kesimpulan
              Monopoli merupakan penguasaan pasar yang pada umumnya dikuasai oleh satu pelaku usaha dan mempunyai kekuasaan untuk menentukan harga untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya sehingga menyebabkan ketidakseimbangan serta ketidakefisienan dalam kegiatan ekonomi dan merugikan masyarakat luas. monopoli ada karena didasarkan adanya persaingan usaha yang tidak sehat karena melakukan persaingan yang tidak wajar dengan menciptakan harga secara sepihak. Dalam prakteknya monopoli akan menguasai pasar secara mutlak sehingga pihak-pihak lain tidak memiliki kesempatan untuk berperan serta. Monopoli memberikan dampak yang tidak baik karna tidak memberikan kesempatan keseimbangan dalam melakukan kegiatan usaha, oleh karena itu monopoli dilarang karena mengandung beberapa efek negatif yang merugikan.
              Lahirnya UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Yang Tidak Sehat di Indonesia merupakan jaminan dari pemerintah agar terciptanya iklim usaha yang sehat yang berdasarkan kepada Pancasila dan Demokrasi Ekonomi sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu.  UU No. 5 Tahun 1999 mewujudkan efisiensi dalam usaha di Indonesia karena memberikan kesempatan serta ruang yang sama bagi setiap warga untuk berpatisipasi di dalam produksi dan pemasaran barang dan atau jasa. Pentingnya UU No. 5 Tahun 1999 berfungsi menjadi sarana kontrol pengawasan dan memberikan sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan-ketentuan yang telah diatur. Peran dan fungsi UU No. 5 Tahun 1999 memberikan arah kebijakan dari pemerintah dalam menciptakan efisiensi kegiatan usaha di Indonesia demi kesejahteraan rakyat.
             
B.  Saran
              Diharapkan kepada pemerintah agar terus menjaga dan mencegah agar praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat tidak banyak terjadi di Indonesia. pemerintah harus terus berupaya meningkat kineja KPPU dalam melakukan pengawasan dan memberikan sanksi bagi pelanggar UU No. 5 Tahun 1999 sehingga efisiensi dan iklim yang sehat dalam usaha selalu terwujud demi terciptanya keseimbangan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia dan diharapkan dengan adanya UU No. 5 Tahun 1999 memberikan dampak positif bagi terciptanya pelaku usaha yang berlandaskan kepada Pancasila dan Demokrasi Ekonomi              
             





           










DAFTAR PUSTAKA

A.  Buku-buku
Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis-Anti Monopoli, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006.

Gunawan Widjaja, Serial Hukum Bisnis-Merger Dalam Perspektif Monopoli, PT.RajaGrafindo, Jakarta, 2002.

Johny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha (Filosofi, Teori, dan Implikasi Penerapannya di Indonesia), Bayumedia Publishing, Malang-Jawa Timur, 2006.

Legowo, Persaingan Usaha dan Pengambilan Keputusan Manajerial, UI Press, Jakarta, 1996.
Rahchmadi Usman, Hukum Persaingan usaha di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama,  jakarta, 2004

Sadono Sukirno, Mikro Ekonomi Suatu Pengantar, Edisi Ketiga, PT RajaGrafindo, Jakarta, 2006.

B.  Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

C.  Internet
http://lintangasmara.wordpress.com/2011/05/16/bab-10-anti-monopoli-dan-persaingan-tidak-sehat/. Diakses pada hari Senin tanggal 23 September 2013, Pukul 19.56 wib




[1] Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis-Anti Monopoli, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006,  hlm. 1.
[2] Ibid
[3] Sadono Sukirno, Mikro Ekonomi Suatu Pengantar, Edisi Ketiga, PT RajaGrafindo, Jakarta, 2006, hlm. 266.
[4] Johny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha (Filosofi, Teori, dan Implikasi Penerapannya di Indonesia), Bayumedia Publishing, Malang-Jawa Timur, 2006, hlm. 43.
[5] Ibid, hlm. 267.
[6] unawan Widjaja, Serial Hukum Bisnis-Merger Dalam Perspektif Monopoli, PT. RajaGrafindo, 2002, Jakarta, 2002, hlm. 9-10.
[7] Ibid, hlm. 12.
[8] Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op.Cit, hlm. 30.
[9] Sadono Sukirno, Op.Cit, hlm. 412.
[10] UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pasal 1 ayat 3
[11] Rahchmadi Usman, Hukum Persaingan usaha di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama,  jakarta, 2004, hlm. 68
[12] http://lintangasmara.wordpress.com/2011/05/16/bab-10-anti-monopoli-dan-persaingan-tidak-sehat/. Diakses pada hari Senin tanggal 23 September 2013, Pukul 19.56 wib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar