PERAN BANK
INDONESIAN DALAM PERBANKAN SYARIAH
OLEH
JONI ALIZON, SH., MH
PERAN BANK INDONESIAN DALAM PERBANKAN SYARIAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam sistem keuangan tersebut, keberadaan
lembaga perbankan khususnya bank umum menjadi sangat penting bahkan merupakan
inti dari sistem keuangan setiap Negara.[1]
Hal ini dikarenakan fungsi yang dimiliki bank sebagai lembaga keuangan. Fungsi
bank dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:[2]
1. Bank sebagai lembaga yang menghimpun
dana-dana masyarakat atau penerima kredit. Dalam pengertian ini bank menerima
dana-dana yang berupa simpanan dalam bentuk tabungan, deposito berjangka dan
rekening giro. Dengan ini dapat dikatakan bahwa bank melaksanakan operasi
perkreditan secara pasif dengan menghimpun dana dari pihak ketiga.
2. Bank sebagai lembaga yang menyalurkan
dana dari masyarakat dalam bentuk kredit atau sebagai lembaga pemberi kredit.
Dengan ini dapat dikatakan bahwa bank melaksanakan operasi perkreditan secara
aktif.
3. Bank sebagai lembaga yang melancarkan
transaksi perdagangan dan pembayaran uang.
Peranan perbankan dalam pembangunan
ekonomi suatu bangsa adalah sangat vital layaknya sebuah jantung dalam tubuh
manusia. Keduanya saling mempengaruhi dalam arti perbankan dapat mengalirkan
dana bagi kegiatan ekonomi sehingga bank yang sehat akan memperkuat kegiatan
ekonomi suatu bangsa. Sebaliknya, kegiatan ekonomi yang tidak sehat, lesu atau
rapuh juga akan sangat mempengaruhi kesehatan dunia perbankan.[3]
Lembaga perbankan mempunyai peranan
dan strategis tidak hanya dalam menggerakkan roda perekonomian nasional, tetapi
juga diarahkan agar mampu menunjang pelaksanaan pembangunan nasional. Ini
berarti bahwa lembaga perbankan haruslah mampu berperan sebagai agen of
development dalam upaya mencapai tujuan nasional itu, dan tidak menjadi
beban dan hambatan dalam pelaksanaan pembangunan nasional tadi.[4]
Bank merupakan lembaga keuangan yang
mempunyai tempat bagi orang perorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan
usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan, untuk menyimpan
dananya melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan. Bank
melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran
bagi semua sektor perekonomian.[5]
Bank sebagai institusi yang memiliki izin
untuk melakukan banyak aktivitas, memiliki peluang yang sangat luas dalam
memperoleh pendapatan (income/return).[6],selain
itu bank juga memiliki fungsi –fungsi ttertentu, apalagi Bank Central, Yaitu
bank Indonesia.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka
penulis tertarik Untuk menulis sebuah makalah dengan Judul: “PERAN BANK INDONESIA DALAM PERBANKAN
SYARIAH”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang dikemukakan diatas, maka perumusan masalah dalam makalah
ini adalah :
1. Bagaimanakah Fungsi Pembinaan dan Pengawasan Perbankan di Indonesia?
2. Bagaimanakah
Peran Bank Indonesia dalam Perbankan syari’ah?
C. Tinjauan Pustaka
Bank
Indonesia (BI) adalah Bank Sentral Republik Indonesia, merupakan lembaga negara
yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur
tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal lain yang secara
tegas diatur dalam
Undang-Undang tentang
BI.[7]
Undang
– undang yang berlaku yang mengatur kedudukan BI sebagai Bank Sentral yaitu
Undang – Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia , serta Undang –
undang perubahannya, yaitu Undang – Undang Nomor 3 tahun 2004 tentang perubahan
atas Undang – Undang Nomor 23 tahun 1999Tentang bank Indonesia. Undang - undang tersebut merupakan peraturan
pengganti dari Undang-undang nomor 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral.
Ketentuan pasal 7 undang – undang Nomor
23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana yang telah dirubah dengan
undang – undang nomor 3 tahun 2004 mengatur bahwa Tujuan utama Bank Indonesia
adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Kestabilan Nilai tukar
Rupiah Sangat penting Untuk mendukung pembangunan Ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan Rakyat. Didalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai tukar
rupiah tersebut, maka BI dapat melakukan aktivitas Perbankan yang dianggap
perlu, tetapi tidak melakukan kegiatan Intermedasi Seperti bank Umum.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
FUNGSI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PERBANKAN DI INDONESIA
Ruang
lingkup kebijakan pengaturan pengaturan dan pengawasan bank oleh Bank Indonesia
(BI) menurut undang-undang yang pelaksanaannya tertuang dalam bentuk Peraturan
Bank Indonesia (PBI), pada dasarnya mencakup empat aspek, yakni : pertama,
perizinan, meliputi ijin prinsip dan ijin usaha. Kedua, pengaturan dan
ketentuan perbankan, meliputi ijin bank, kelembagaan bank, kegiatan usaha bank,
kegiatan bank dengan prinsip syariah, merger-konsolidasi-akuisisi, sistem
informasi antar bank, tata cara pengawasan bank, sistem pelaporan bank ke BI,
penyertaan bank, pencabutan usaha-likuidasi-pembubaran bentuk hukum bank, dan
lembaga-lembaga pendukung sistem perbankan. Ketiga,aspek pengawasan, meliputi
pengawasan secara tidak langsung (on site supervision maupun keduanya).
Keempat, aspek pemberian sanksi terhadap pelanggaran ketentuan, berupa sanksi
administrasi dan sanksi pidana.[8]
Berbagai aturan yang dibuat tersebut
tidak lain adalah untuk menciptakan dan memelihara kesehatan bank[9],baik
secara Individu maupun perbankan Sebagai Suatu Sistem.
Adapun Fungsi dan kewenangan bank
Indonesia Sebagai Bank Central adalah:
Dalam Pasal 29 Ayat 1 Undang-undang
Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan bahwa: “Pembinaan dan
pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Sejalan dengan itu, Pasal 8
Undang-Undang No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia juga menyatakan bahwa:
“Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7, bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut:
(1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
(2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran
(3) Mengatur dan mengawasi bank.
Adapun fungsi pembinaan yang
dimanatkan undang-undang kepada Bank Indonesia maknanya adalah merupakan
upaya-upaya yang dilakukan dengan cara menetapkan peraturan yang menyangkut
aspek-aspek; kelembagaan bank, kepemilikan bank, kepengurusan bank, kegiatan
usaha bank, pelaporan bank, reta lainnya berhubungan dengan kegiatan
operasional bank.[10]
Sedangkan fungsi pengawasan adalah
meliputi pengawasan tidak langsung, yang terutama dalam bentuk pengawasan dini
melalui penelitian analisis dan evaluasi laporan bank; dan pengawasan langsung
dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan.[11]
Jadi undang-undang perbankan
membedakan secara jelas yang dimaksud dengan fungsi pembinaan dan fungsi
pengawasan, dimana fungsi pembinaan menitikberatkan pada “regulation”,
sedangkan fungsi pengawasan menitikberatkan pada “supervision”.
Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal
29 UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan dijelaskan pula tujuan dari pembinaan
dan pengawasan bank oleh Bank Indonesia tersebut, yaitu:
Pertama, kedua fungsi itu harus dilakukan
oleh Bank Indonesia selaku bank sentral, mengingat bank terutama bekerja dengan
dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, karenanya
keadaan suatu bank perlu dipantau oleh Bank Indonesia.
Kedua, tujuannya agar kesehatan bank
tetap terjaga dan kepercayaan masyarakat terhadap bank tetap terpelihara, sebab
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan hanya dapat ditumbuhkan
apabila lembaga perbankan dalam kegiatan usahanya selalu berada dalam keadaan
sehat.
Ketiga, sejalan dengan itu Bank
Indonesia diberi kewenangan, tanggung jawab dan kewajiban secara utuh untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya,
baik yang bersifat preventif dalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk-petunjuk,
nasihat-nasihat, bimbingan dan pengarahan maupun secara represif dalam bentuk
pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan.
Keempat, di pihak lain bank wajib
memiliki dan menerapkan sistem pengawasan internal dalam rangka menjamin
terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai
dengan prinsip kehati-hatian.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai
pembina, Bank Indonesia (BI) berperan sebagai institusi atau regulator
sistemik. Ada tiga alasan BI berperan sebagai regulator sistemik. yang
mengawasi kesehatan dan stabilitas keseluruhan sistem keuangan semakin
mengemuka. Tiga alasan tersebut, pertama, bank sentral memiliki hubungan
jual-beli sehari-hari dengan palaku pasar sebagai bagian dari fungsi utamanya
mengimplementasikan kebijakan moneter. Sehingga tidak ada lembaga lain yang
memiliki pengetahuan dan akses sejenis ke aliran utama sistem keuangan. Kedua,
tanggung jawab untuk mempertahankan stabilitas ekonomi makro sangat sejalan
dengan peran untuk menjamin stabilitas keuangan. Sejarah menunjukkan berbagai
krisis ekonomi dunia selalu berhubungan dengan krisis keuangan, sehingga bank
sentral secara alami memang harus mempertimbangkan intetaksi antara sektor
keuangan daan kebijakan moneter dalam melaksanakan tugansnya. Ketiga, fungsi lender
of last resort memang ada di bank sentral. Dengan fungsi itu, bank sentral
dapat menggunakan neracanya untuk menyedaikan pendanaan darurat jangka pendek
di masa krisis.Sebagai regulator sistemik bank sentral akan mampu memperoleh
informasi lapangan langsung dari lembaga-lembaga keuangan yang diawasi .
Informasi ini butuhkan untuk membuat keputusan yang tepat apakah suatu lembaga
keuangan perlu di selamatkan.[12]
2.
PERAN BANK INDONESIA DALAM PERBANKAN SYARI’AH
Secara umum Bank Indonesia telah
menetapkan sejumlah arah kebijakan di bidang perbankan dengan pendekatan
insentif dan disinsentif. Hal ini antara lain mencakup peningkatan ketahanan
sistem perbankan yang perlu ditempuh melalui penguatan pengaturan, pemantapan
sistem pengawasa bank, penataan kembali tingkat
kompetisi di Industri perbankan Indonesia, serta pendalaman pasar keuangan.
Selanjutnya, untuk meningkatkan peranan perbankan syariah terhadap perekonomian
nasional dan penguatan ketahanannya sejumlah kegiatan yang merupakan
implementasi arah kebijakan tahun 2010 di bidang perbankan syariah yang
dilaksanakan Bank Indonesia, khususnya Direktorat Perbankan Syariah dengan
mencakup berbagai kegiatan dalam bidang penelitian, pengaturan dan
pengembangan, perijinan, dan pengawasan perbankan syariah. Seluruh kegiatan
tersebut dilakukan sebagai satu kesatuan dalam upaya mengembangkan perbankan
syariah yang efisien, prudent dan sejalan dengan prinsip syariah.[13]
1. Penelitian dalam Rangka Regulasi dan Pengembangan
Produk
Sebagai pemegang otoritas pengawas
bank-bank di Indonesia, Bank Indonesia secara intensif sejak tahun 2002 hingga
sekarang terus melakukan regulasi terhadap aktivitas perbankan syariah di
Indonesia. Pada tahun 2007- 2008, Bank Indonesia mencanangkan program akselerasi
pengembangan dan pertumbuhannya. Dalam jangka pendek, hingga akhir 2008 Bank
Indonesia menargetkan pertumbuhan kuantitatif aset perbankan syariah yang cukup
besar, yaitu dapat mencapai minimal 5% dari seluruh aset perbankan nasional.
Untuk itulah akselerasi pertumbuhan tersebut perlu didukung oleh suatu
kebijakan akselerasi yang tepat yang tidak hanya melibatkan Bank Indonesia dan
pemerintah saja, tetapi juga komponen masyarakat lainnya seperti
lembaga-lembaga pendidikan dan perguruan tinggi sebagai penyedia sumber daya
insane.[14]
Melihat pesatnya pertumbuhan industri
perbankan syariah di Indonesia, Bank Indonesia telah pula merumuskan paradigma
kebijakan yang akan ditempuh. Adapun paradigma kebijakan tersebut yaitu:[15]
a.
market driven, di mana bank Indonesia bersama stakeholder yang
lain akan melakukan public education kepada masyarakat untuk mendukung
proses positioning. Hal ini terjadi karena industri perbankan syariah
tiumbuh seagai realisasi kebutuhan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan
keuangan dan perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah.
b.
fair treatment, yang artinya pengembangan kerangka ketentuan
maupun upaya bagi penyempurnaan infrastruktur industri dilakukan berdasarkan
konsep perlakuan yang sama, yang mengakomodasi ciri-ciri operasional khusus
perbankan syariah, serta penyusunan program pengembangan yang disesuaikan
dengan tahapan pertumbuhan industri.
c.
gradual and sustainnable approach, yaitu program pengembangan perankan
dapat dipandang sebagai suatu upaya transformasi suatu industri yang dilakukan
menurut fokus dan prioritas dalam suatu tahapan yang terstruktur dan
berkesinambungan.
d.
Keempat, yaitu comply to shariah principles,
yang artinya kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah yang merupakan suatu
argumen utama keberadaan industri perbankan syariah. Adapun implementasi
kepatuhan terhadap prinsip syariah merupakan upaya untuk menginkorporasi
nilai-nilai syariah, baik dalam skema transaksi keuangan sampai kepada
implementasinya dalam mengelola usaha yang tercermin dalam corporate governance
industri perbankan syariah yang baik.
Adapun
beberapa ketentuan yang telah diterbitkan dalam rangka petunjuk pelaksanaan
Peraturan Bank indonesia sebelumnya antara lain adalah :[16]
a)
Surat Edaran BI No.12/6/DPbs tanggal 28 maret 2010
perihal Uji Kemampuan dan kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah.
b)
Surat Edaran BI No.12/13/DPbs tanggal 30 April 2010
perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum Syariah dan unit
Usaha Syariah.
c)
Penyempurnaan atas Ketentuan mengenai
Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
d)
Ketentuan mengenai Kualitas Aktiva bagi Bak Umum
Syariah dan unit Usaha Syariah serta Kualitas bagi Bank Pembiayaan rakyat
Syariah.
e)
Menyusun Ketentuan mengenai manajemen resiko bagi Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Selain
regulasi terhadap perbankan syariah, Bank Indonesia juga mempunyai tanggung
jawab dalam mendukung upaya inovasi produk yang dapat meningkatkan daya saing
perbankan syariah baik secara domestik, regional maupun kompetisi global di era
pasar bebas dengan antisipasi berbagai peluang dan tantangannya ke depan, Bank
Indonesia pada tahun 2010 telah melakukan kajian pemetaan Fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan identifikasi kebutuhan pasar
perbankan syariah.[17]
2. Pengawasan Bank Indonesia terhadap Perbankan
Syari’ah
Peran
pengawasan bank Indonesia terhadap perbankan syariah sebagaimana diatur di
dalam Pasal 50 Undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Di
dalam Pasal 50 dinyatakan bahwa: “pembinaan dan pengawasan bank syariah dan
unit usaha syariah dilakukan oleh Bank Indonesia.”
Lebih
lanjut dinyatakan pada Pasal 52 ayat (3) huruf a UU No.21 tahun 2008 tentang
perbankan Syariah bahwa:
“Dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Bank Indonesia berwenang:
a. memeriksa
dan mengambil data/dokumen dari setiap tempat yang terkait dengan Bank;
b. memeriksa
dan mengambil data/dokumen dan keterangan dari setiap pihak yang menurut
penilaian Bank Indonesia memiliki pengaruh terhadap Bank; dan
c. memerintahkan
Bank melakukan pemblokiran rekening tertentu, baik rekening Simpanan maupun
rekening Pembiayaan.”
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UU No.21 tahun 2008
yang mengatur secara khusus tentang Perbankan Syariah maka jelaslah bahwa Bank
Indonesia sebagai bank sentral mempunyai kewenangan untuk pembinaan dalam arti
mengawasi bank syariah. Pembinaan yang dilakukan Bank Indonesia, antara lain,
mengenai aspek kelembagaan, kepemilikan dan kepengurusan (termasuk uji
kemampuan dan kepatutan), kegiatan usaha, pelaporan, serta aspek lain yang
berhubungan dengan kegiatan operasional Bank Syariah dan UUS. Pengawasan bank
meliputi pengawasan tidak langsung (off-site supervision) atas dasar
laporan Bank dan pengawasan langsung (on-site supervision) dalam bentuk
pemeriksaan di kantor bank yang bersangkutan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Fungsi Pembinaan dan Pengawasan Perbankan di
Indonesia, Merupakan upaya-upaya yang dilakukan
dengan cara menetapkan peraturan yang menyangkut aspek-aspek; kelembagaan Bank,
kepemilikan Bank, kepengurusan Bank, kegiatan usaha Bank, pelaporan bank, reta
lainnya berhubungan dengan kegiatan operasional Bank, Sedangkan fungsi
pengawasan adalah meliputi pengawasan tidak langsung, yang terutama dalam
bentuk pengawasan dini melalui penelitian analisis dan evaluasi laporan Bank;
dan pengawasan langsung dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan
tindakan-tindakan perbaikan.
2.
Fungsi Bank Indonesia dalam Perbankan Syari’ah
adalah sebagai Penelitian dalam
Rangka Regulasi dan Pengembangan Produk
dan sebagai Pengawasan Bank
terhadap Perbankan Syari’ah
B. Saran
Untuk pembinaan dan pengawasan yang telah diatur dalam
undang-undang, bank Indonesia harus bisa lebih baik dalam pembinaan maupun
dalam pengawasan. Terutama Bank Syari’ah.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syariah, Teori,
kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Erlangga,
2010),
Bank Indonesia, Krisis Global dan Penyelamatan
Sistem Perbankan Indonesia, (Jakarta : Bank Indonesia, 2010).
Booklet Perbankan Indonesia Edisi
Tahun 2012
Darmin Nasution, Ada Tiga Alasan bank Indonesia
Sebagai Regulator Sistemik, Info bank.
Ferry N. Idroes, 2008, Manajemen Risiko Perbankan:
Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan
Pelaksanaannya di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada.
Gunarto Suhardi,
2003, Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukum, Kanisius, Yogyakarta.
Hermansyah, 2008, Hukum Perbankan
Nasional Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta, 2008.
http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Stabilitas+Sistem+Keuangan/Manajemen+Krisis/Jari
ng+Pengaman+Sistem+Keuangan/, diakses pada,
10 desember 2013 pada Pukul 11.23 Wib
Marsuki, Landscape Kebanksentralan Indonesia,
(Jakarta: Mitra Wacana media, 2010).
Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank
Indonesia, Bank Sentral Republik Indonesia, Sebuah Pengantar, (Jakarta :
PPSK, Bank Indonesia, 2004).
Rachmadi usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di
Indonesia, (Jakarta: PT.Gramedia, 2003).
Sinungan M. dalam Johannes Ibrahim, 2003, Bank
Sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif, CV Utomo.
Thomas Suyatno
dkk., hal. xi dalam Sentosa Sembiring, 2000, Hukum Perbankan, CV Mandar
Maju, Bandung.
[1] Hermansyah, 2008, Hukum Perbankan Nasional Indonesia,
Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hal. 7.
[2] Sinungan M. dalam Johannes Ibrahim, 2003, Bank Sebagai Lembaga
Intermediasi dalam Hukum Positif, CV Utomo, Bandung, hal. 26.
[3] Gunarto Suhardi, 2003, Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukum, Kanisius,
Yogyakarta, hal. 5.
[4] Hermansyah, Op. Cit., hal. 41.
[5] Thomas Suyatno dkk., 1988, hal. xi dalam Sentosa Sembiring, 2000, Hukum
Perbankan, CV Mandar Maju, Bandung, hal. 7.
[6] Ferry N. Idroes, 2008, Manajemen Risiko Perbankan: Pemahaman
Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan
Pelaksanaannya di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, hal. 21.
[7] Booklet Perbankan
Indonesia Edisi Tahun 2012 ini merupakan media publikasi yang menyajikan
informasi singkat mengenai perbankan Indonesia (PDF),
hal.1
[8] Marsuki, Landscape Kebanksentralan Indonesia, (Jakarta:
Mitra Wacana media, 2010), hal.104-105.
[9] Suatu bank dikatakan sehat apabila secara makro dapat memberi
pelayanan bagi masyarakat dan bermanfaat bagi perkembangan ekonomi. Oleh karena
bank terebut harus dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat
menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran sistem pembayaran,
serta dapat mendukung efektivitas kebijakan moneter. Demikian juga harus sehat
secara mikro, sebagai suatu entitas bisnis. Untuk itu berarti bank harus
mempunyai modal yang cukup; mampu menajga kualitas assetnya; mampu mengelola
dengan baik dan mengoperasikannya berdasarkan prinsip kehati-hatian; mampu
menghasilkan keuntungan untuk mempertahankan usahanya; mampu memelihara
likuiditasnya sehingga dapat memenuhi segala kewajibannya, serta senantiasa
dapat memnuhi segala ketentuan dan aturan yang ditetapkan.
[10] Rachmadi usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia,
(Jakarta: PT.Gramedia, 2003), hal. 122.
[11] Ibid., hal.123
[12] Darmin Nasution, Ada Tiga Alasan bank Indonesia Sebagai
Regulator Sistemik, Info bank, 23 januari 2010.
[13]NR/rdonlyres/BFDA4428-A55F-4300-9C23-2DFFB5AE7666/22019/OutlookPerbankanSyariah2011.pdf,
diakses pada 24 Desember 2013
[14] Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syariah, Teori, kebijakan dan
Studi Empiris di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010), hlm.59.
[15] Ibid,hlm.60
[16] Ibid,hlm.18-23
[17] Outlock Perbankan Syari’ah,Loc.Cit,hlm.3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar