Rabu, 15 Juni 2016

MAKALAH HUKUM: PERAN BANK INDONESIAN DALAM PERBANKAN SYARIAH


PERAN BANK INDONESIAN DALAM PERBANKAN SYARIAH

OLEH 

JONI ALIZON, SH., MH

PERAN BANK INDONESIAN DALAM PERBANKAN SYARIAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
             Dalam sistem keuangan tersebut, keberadaan lembaga perbankan khususnya bank umum menjadi sangat penting bahkan merupakan inti dari sistem keuangan setiap Negara.[1] Hal ini dikarenakan fungsi yang dimiliki bank sebagai lembaga keuangan. Fungsi bank dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:[2]
1.     Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana-dana masyarakat atau penerima kredit. Dalam pengertian ini bank menerima dana-dana yang berupa simpanan dalam bentuk tabungan, deposito berjangka dan rekening giro. Dengan ini dapat dikatakan bahwa bank melaksanakan operasi perkreditan secara pasif dengan menghimpun dana dari pihak ketiga.
2.     Bank sebagai lembaga yang menyalurkan dana dari masyarakat dalam bentuk kredit atau sebagai lembaga pemberi kredit. Dengan ini dapat dikatakan bahwa bank melaksanakan operasi perkreditan secara aktif.
3.     Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan pembayaran uang.
            Peranan perbankan dalam pembangunan ekonomi suatu bangsa adalah sangat vital layaknya sebuah jantung dalam tubuh manusia. Keduanya saling mempengaruhi dalam arti perbankan dapat mengalirkan dana bagi kegiatan ekonomi sehingga bank yang sehat akan memperkuat kegiatan ekonomi suatu bangsa. Sebaliknya, kegiatan ekonomi yang tidak sehat, lesu atau rapuh juga akan sangat mempengaruhi kesehatan dunia perbankan.[3]
            Lembaga perbankan mempunyai peranan dan strategis tidak hanya dalam menggerakkan roda perekonomian nasional, tetapi juga diarahkan agar mampu menunjang pelaksanaan pembangunan nasional. Ini berarti bahwa lembaga perbankan haruslah mampu berperan sebagai agen of development dalam upaya mencapai tujuan nasional itu, dan tidak menjadi beban dan hambatan dalam pelaksanaan pembangunan nasional tadi.[4]
            Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai tempat bagi orang perorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan, untuk menyimpan dananya melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan. Bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.[5]
      Bank sebagai institusi yang memiliki izin untuk melakukan banyak aktivitas, memiliki peluang yang sangat luas dalam memperoleh pendapatan (income/return).[6],selain itu bank juga memiliki fungsi –fungsi ttertentu, apalagi Bank Central, Yaitu bank Indonesia.
      Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik Untuk menulis sebuah makalah dengan Judul: “PERAN BANK INDONESIA DALAM PERBANKAN SYARIAH”.
B.    Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka perumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.     Bagaimanakah Fungsi Pembinaan dan Pengawasan Perbankan di Indonesia?
2.     Bagaimanakah Peran Bank Indonesia dalam Perbankan syari’ah?
C. Tinjauan Pustaka
            Bank Indonesia (BI) adalah Bank Sentral Republik Indonesia, merupakan lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal lain yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang tentang BI.[7]
            Undang – undang yang berlaku yang mengatur kedudukan BI sebagai Bank Sentral yaitu Undang – Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia , serta Undang – undang perubahannya, yaitu Undang – Undang Nomor 3 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang – Undang Nomor 23 tahun 1999Tentang bank Indonesia. Undang  - undang tersebut merupakan peraturan pengganti dari Undang-undang nomor 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral.
Ketentuan pasal 7 undang – undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana yang telah dirubah dengan undang – undang nomor 3 tahun 2004 mengatur bahwa Tujuan utama Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Kestabilan Nilai tukar Rupiah Sangat penting Untuk mendukung pembangunan Ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan Rakyat. Didalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai tukar rupiah tersebut, maka BI dapat melakukan aktivitas Perbankan yang dianggap perlu, tetapi tidak melakukan kegiatan Intermedasi Seperti bank Umum.

BAB II

PEMBAHASAN

1.   FUNGSI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PERBANKAN DI INDONESIA

        Ruang lingkup kebijakan pengaturan pengaturan dan pengawasan bank oleh Bank Indonesia (BI) menurut undang-undang yang pelaksanaannya tertuang dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia (PBI), pada dasarnya mencakup empat aspek, yakni : pertama, perizinan, meliputi ijin prinsip dan ijin usaha. Kedua, pengaturan dan ketentuan perbankan, meliputi ijin bank, kelembagaan bank, kegiatan usaha bank, kegiatan bank dengan prinsip syariah, merger-konsolidasi-akuisisi, sistem informasi antar bank, tata cara pengawasan bank, sistem pelaporan bank ke BI, penyertaan bank, pencabutan usaha-likuidasi-pembubaran bentuk hukum bank, dan lembaga-lembaga pendukung sistem perbankan. Ketiga,aspek pengawasan, meliputi pengawasan secara tidak langsung (on site supervision maupun keduanya). Keempat, aspek pemberian sanksi terhadap pelanggaran ketentuan, berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana.[8]
            Berbagai aturan yang dibuat tersebut tidak lain adalah untuk menciptakan dan memelihara kesehatan bank[9],baik secara Individu maupun perbankan Sebagai Suatu Sistem.
        Adapun Fungsi dan kewenangan bank Indonesia Sebagai Bank Central adalah:
            Dalam Pasal 29 Ayat 1 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan bahwa: “Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Sejalan dengan itu, Pasal 8 Undang-Undang No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia juga menyatakan bahwa:
“Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut:
(1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
(2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
(3) Mengatur dan mengawasi bank.


            Adapun fungsi pembinaan yang dimanatkan undang-undang kepada Bank Indonesia maknanya adalah merupakan upaya-upaya yang dilakukan dengan cara menetapkan peraturan yang menyangkut aspek-aspek; kelembagaan bank, kepemilikan bank, kepengurusan bank, kegiatan usaha bank, pelaporan bank, reta lainnya berhubungan dengan kegiatan operasional bank.[10]
            Sedangkan fungsi pengawasan adalah meliputi pengawasan tidak langsung, yang terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian analisis dan evaluasi laporan bank; dan pengawasan langsung dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan.[11]
            Jadi undang-undang perbankan membedakan secara jelas yang dimaksud dengan fungsi pembinaan dan fungsi pengawasan, dimana fungsi pembinaan menitikberatkan pada “regulation”, sedangkan fungsi pengawasan menitikberatkan pada “supervision”.
            Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 29 UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan dijelaskan pula tujuan dari pembinaan dan pengawasan bank oleh Bank Indonesia tersebut, yaitu:
            Pertama, kedua fungsi itu harus dilakukan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral, mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, karenanya keadaan suatu bank perlu dipantau oleh Bank Indonesia.
            Kedua, tujuannya agar kesehatan bank tetap terjaga dan kepercayaan masyarakat terhadap bank tetap terpelihara, sebab kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan hanya dapat ditumbuhkan apabila lembaga perbankan dalam kegiatan usahanya selalu berada dalam keadaan sehat.
            Ketiga, sejalan dengan itu Bank Indonesia diberi kewenangan, tanggung jawab dan kewajiban secara utuh untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya, baik yang bersifat preventif dalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk-petunjuk, nasihat-nasihat, bimbingan dan pengarahan maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan.
            Keempat, di pihak lain bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan internal dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
            Dalam menjalankan fungsinya sebagai pembina, Bank Indonesia (BI) berperan sebagai institusi atau regulator sistemik. Ada tiga alasan BI berperan sebagai regulator sistemik. yang mengawasi kesehatan dan stabilitas keseluruhan sistem keuangan semakin mengemuka. Tiga alasan tersebut, pertama, bank sentral memiliki hubungan jual-beli sehari-hari dengan palaku pasar sebagai bagian dari fungsi utamanya mengimplementasikan kebijakan moneter. Sehingga tidak ada lembaga lain yang memiliki pengetahuan dan akses sejenis ke aliran utama sistem keuangan. Kedua, tanggung jawab untuk mempertahankan stabilitas ekonomi makro sangat sejalan dengan peran untuk menjamin stabilitas keuangan. Sejarah menunjukkan berbagai krisis ekonomi dunia selalu berhubungan dengan krisis keuangan, sehingga bank sentral secara alami memang harus mempertimbangkan intetaksi antara sektor keuangan daan kebijakan moneter dalam melaksanakan tugansnya. Ketiga, fungsi lender of last resort memang ada di bank sentral. Dengan fungsi itu, bank sentral dapat menggunakan neracanya untuk menyedaikan pendanaan darurat jangka pendek di masa krisis.Sebagai regulator sistemik bank sentral akan mampu memperoleh informasi lapangan langsung dari lembaga-lembaga keuangan yang diawasi . Informasi ini butuhkan untuk membuat keputusan yang tepat apakah suatu lembaga keuangan perlu di selamatkan.[12]



2.     PERAN BANK INDONESIA DALAM PERBANKAN SYARI’AH
      Secara umum Bank Indonesia telah menetapkan sejumlah arah kebijakan di bidang perbankan dengan pendekatan insentif dan disinsentif. Hal ini antara lain mencakup peningkatan ketahanan sistem perbankan yang perlu ditempuh melalui penguatan pengaturan, pemantapan sistem pengawasa bank, penataan kembali tingkat kompetisi di Industri perbankan Indonesia, serta pendalaman pasar keuangan. Selanjutnya, untuk meningkatkan peranan perbankan syariah terhadap perekonomian nasional dan penguatan ketahanannya sejumlah kegiatan yang merupakan implementasi arah kebijakan tahun 2010 di bidang perbankan syariah yang dilaksanakan Bank Indonesia, khususnya Direktorat Perbankan Syariah dengan mencakup berbagai kegiatan dalam bidang penelitian, pengaturan dan pengembangan, perijinan, dan pengawasan perbankan syariah. Seluruh kegiatan tersebut dilakukan sebagai satu kesatuan dalam upaya mengembangkan perbankan syariah yang efisien, prudent dan sejalan dengan prinsip syariah.[13]
1.     Penelitian dalam Rangka Regulasi dan Pengembangan Produk
Sebagai pemegang otoritas pengawas bank-bank di Indonesia, Bank Indonesia secara intensif sejak tahun 2002 hingga sekarang terus melakukan regulasi terhadap aktivitas perbankan syariah di Indonesia. Pada tahun 2007- 2008, Bank Indonesia mencanangkan program akselerasi pengembangan dan pertumbuhannya. Dalam jangka pendek, hingga akhir 2008 Bank Indonesia menargetkan pertumbuhan kuantitatif aset perbankan syariah yang cukup besar, yaitu dapat mencapai minimal 5% dari seluruh aset perbankan nasional. Untuk itulah akselerasi pertumbuhan tersebut perlu didukung oleh suatu kebijakan akselerasi yang tepat yang tidak hanya melibatkan Bank Indonesia dan pemerintah saja, tetapi juga komponen masyarakat lainnya seperti lembaga-lembaga pendidikan dan perguruan tinggi sebagai penyedia sumber daya insane.[14]
Melihat pesatnya pertumbuhan industri perbankan syariah di Indonesia, Bank Indonesia telah pula merumuskan paradigma kebijakan yang akan ditempuh. Adapun paradigma kebijakan tersebut yaitu:[15]
a.      market driven, di mana bank Indonesia bersama stakeholder yang lain akan melakukan public education kepada masyarakat untuk mendukung proses positioning. Hal ini terjadi karena industri perbankan syariah tiumbuh seagai realisasi kebutuhan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan keuangan dan perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah.
b.     fair treatment, yang artinya pengembangan kerangka ketentuan maupun upaya bagi penyempurnaan infrastruktur industri dilakukan berdasarkan konsep perlakuan yang sama, yang mengakomodasi ciri-ciri operasional khusus perbankan syariah, serta penyusunan program pengembangan yang disesuaikan dengan tahapan pertumbuhan industri.
c.      gradual and sustainnable approach, yaitu program pengembangan perankan dapat dipandang sebagai suatu upaya transformasi suatu industri yang dilakukan menurut fokus dan prioritas dalam suatu tahapan yang terstruktur dan berkesinambungan.
d.     Keempat, yaitu comply to shariah principles, yang artinya kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah yang merupakan suatu argumen utama keberadaan industri perbankan syariah. Adapun implementasi kepatuhan terhadap prinsip syariah merupakan upaya untuk menginkorporasi nilai-nilai syariah, baik dalam skema transaksi keuangan sampai kepada implementasinya dalam mengelola usaha yang tercermin dalam corporate governance industri perbankan syariah yang baik.
        Adapun beberapa ketentuan yang telah diterbitkan dalam rangka petunjuk pelaksanaan Peraturan Bank indonesia sebelumnya antara lain adalah :[16]
a)     Surat Edaran BI No.12/6/DPbs tanggal 28 maret 2010 perihal Uji Kemampuan dan kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
b)     Surat Edaran BI No.12/13/DPbs tanggal 30 April 2010 perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum Syariah dan unit Usaha Syariah.
c)     Penyempurnaan atas Ketentuan mengenai Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
d)     Ketentuan mengenai Kualitas Aktiva bagi Bak Umum Syariah dan unit Usaha Syariah serta Kualitas bagi Bank Pembiayaan rakyat Syariah.
e)     Menyusun Ketentuan mengenai manajemen resiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
        Selain regulasi terhadap perbankan syariah, Bank Indonesia juga mempunyai tanggung jawab dalam mendukung upaya inovasi produk yang dapat meningkatkan daya saing perbankan syariah baik secara domestik, regional maupun kompetisi global di era pasar bebas dengan antisipasi berbagai peluang dan tantangannya ke depan, Bank Indonesia pada tahun 2010 telah melakukan kajian pemetaan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan identifikasi kebutuhan pasar perbankan syariah.[17]
2.     Pengawasan Bank Indonesia terhadap Perbankan Syari’ah
        Peran pengawasan bank Indonesia terhadap perbankan syariah sebagaimana diatur di dalam Pasal 50 Undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Di dalam Pasal 50 dinyatakan bahwa: “pembinaan dan pengawasan bank syariah dan unit usaha syariah dilakukan oleh Bank Indonesia.”
        Lebih lanjut dinyatakan pada Pasal 52 ayat (3) huruf a UU No.21 tahun 2008 tentang perbankan Syariah bahwa:
“Dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Bank Indonesia berwenang:
a.   memeriksa dan mengambil data/dokumen dari setiap tempat yang terkait dengan Bank;
b.   memeriksa dan mengambil data/dokumen dan keterangan dari setiap pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia memiliki pengaruh terhadap Bank; dan
c.   memerintahkan Bank melakukan pemblokiran rekening tertentu, baik rekening Simpanan maupun rekening Pembiayaan.”

            Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UU No.21 tahun 2008 yang mengatur secara khusus tentang Perbankan Syariah maka jelaslah bahwa Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai kewenangan untuk pembinaan dalam arti mengawasi bank syariah. Pembinaan yang dilakukan Bank Indonesia, antara lain, mengenai aspek kelembagaan, kepemilikan dan kepengurusan (termasuk uji kemampuan dan kepatutan), kegiatan usaha, pelaporan, serta aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan operasional Bank Syariah dan UUS. Pengawasan bank meliputi pengawasan tidak langsung (off-site supervision) atas dasar laporan Bank dan pengawasan langsung (on-site supervision) dalam bentuk pemeriksaan di kantor bank yang bersangkutan.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.     Fungsi Pembinaan dan Pengawasan Perbankan di Indonesia, Merupakan upaya-upaya yang dilakukan dengan cara menetapkan peraturan yang menyangkut aspek-aspek; kelembagaan Bank, kepemilikan Bank, kepengurusan Bank, kegiatan usaha Bank, pelaporan bank, reta lainnya berhubungan dengan kegiatan operasional Bank, Sedangkan fungsi pengawasan adalah meliputi pengawasan tidak langsung, yang terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian analisis dan evaluasi laporan Bank; dan pengawasan langsung dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan.
2.     Fungsi Bank Indonesia dalam Perbankan Syari’ah adalah sebagai Penelitian dalam Rangka Regulasi dan Pengembangan Produk dan sebagai Pengawasan Bank terhadap Perbankan Syari’ah

B. Saran
Untuk pembinaan dan pengawasan yang telah diatur dalam undang-undang, bank Indonesia harus bisa lebih baik dalam pembinaan maupun dalam pengawasan. Terutama Bank Syari’ah.


DAFTAR PUSTAKA


Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syariah, Teori, kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010),

Bank Indonesia, Krisis Global dan Penyelamatan Sistem Perbankan Indonesia, (Jakarta : Bank Indonesia, 2010).

Booklet Perbankan Indonesia Edisi Tahun 2012

Darmin Nasution, Ada Tiga Alasan bank Indonesia Sebagai Regulator Sistemik, Info bank.

Ferry N. Idroes, 2008, Manajemen Risiko Perbankan: Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada.

Gunarto Suhardi, 2003, Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukum, Kanisius, Yogyakarta.

Hermansyah, 2008, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta, 2008.

http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Stabilitas+Sistem+Keuangan/Manajemen+Krisis/Jari ng+Pengaman+Sistem+Keuangan/,  diakses pada, 10 desember 2013 pada Pukul 11.23 Wib

Marsuki, Landscape Kebanksentralan Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana media, 2010).

Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia, Bank Sentral Republik Indonesia, Sebuah Pengantar, (Jakarta : PPSK, Bank Indonesia, 2004).

Rachmadi usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT.Gramedia, 2003).


Sinungan M. dalam Johannes Ibrahim, 2003, Bank Sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif, CV Utomo.

Thomas Suyatno dkk., hal. xi dalam Sentosa Sembiring, 2000, Hukum Perbankan, CV Mandar Maju, Bandung.




[1] Hermansyah, 2008, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hal. 7.
[2] Sinungan M. dalam Johannes Ibrahim, 2003, Bank Sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif, CV Utomo, Bandung, hal. 26.
[3] Gunarto Suhardi, 2003, Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukum, Kanisius, Yogyakarta, hal. 5.
[4] Hermansyah, Op. Cit., hal. 41.
[5] Thomas Suyatno dkk., 1988, hal. xi dalam Sentosa Sembiring, 2000, Hukum Perbankan, CV Mandar Maju, Bandung, hal. 7.
[6] Ferry N. Idroes, 2008, Manajemen Risiko Perbankan: Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, hal. 21.
[7] Booklet Perbankan Indonesia Edisi Tahun 2012 ini merupakan media publikasi yang menyajikan informasi singkat mengenai perbankan Indonesia (PDF), hal.1
[8] Marsuki, Landscape Kebanksentralan Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana media, 2010), hal.104-105.
[9] Suatu bank dikatakan sehat apabila secara makro dapat memberi pelayanan bagi masyarakat dan bermanfaat bagi perkembangan ekonomi. Oleh karena bank terebut harus dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran sistem pembayaran, serta dapat mendukung efektivitas kebijakan moneter. Demikian juga harus sehat secara mikro, sebagai suatu entitas bisnis. Untuk itu berarti bank harus mempunyai modal yang cukup; mampu menajga kualitas assetnya; mampu mengelola dengan baik dan mengoperasikannya berdasarkan prinsip kehati-hatian; mampu menghasilkan keuntungan untuk mempertahankan usahanya; mampu memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi segala kewajibannya, serta senantiasa dapat memnuhi segala ketentuan dan aturan yang ditetapkan.
[10] Rachmadi usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT.Gramedia, 2003), hal. 122.
[11] Ibid., hal.123
[12] Darmin Nasution, Ada Tiga Alasan bank Indonesia Sebagai Regulator Sistemik, Info bank, 23 januari 2010. 
[13]NR/rdonlyres/BFDA4428-A55F-4300-9C23-2DFFB5AE7666/22019/OutlookPerbankanSyariah2011.pdf, diakses pada 24 Desember 2013
[14] Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syariah, Teori, kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010), hlm.59.
[15] Ibid,hlm.60
[16] Ibid,hlm.18-23
[17] Outlock Perbankan Syari’ah,Loc.Cit,hlm.3
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar